Oleh : Nonik S. Nurjannah

Hai dulur,,,

Ada sebuah kisah yang ingin ku sampaikan pada kalian,,,

Kali ini bukan aku, tapi tentang pria yang sosoknya begitu dinamika. Hari ini, detik ini,, akan ku bagi semua kisah dramatis dari sosok yang ku sebut YoLo. Jadi duduklah dengan tenang, nikmati hidangan dan selamat menyaksikan,,,

Tak tahu pasti kapan cerita ini bermuara,, seingatku ditahun 2013 ialah awal bagiku melihat sosok itu. Katakanlah aku terlalu lugu untuk mengenal segala hal baru diduniaku. Dunia pesantren, yang tanpa kuberi tahu detail nya kalian pasti tahu sendiri bagaimana drama didalamnya.Kami sama sama berikrar menjadi santri. Lebih tepatnya beliau seniorku.

Namanya Mohammad Zunaidi, beliau sering dipanggil ustad Jun oleh kalangan santri. Sama seperti kebanyakan pria usia peretengahan 30an, beliau juga seorang kepala rumah tangga dan jelas memiliki keluarga yang perlu ditanggung jawabi hidupnya. Istrinya juga memiliki profesi yang sama, yakni seorang ustadzah. Dan beruntungnya, istrinya pernah menjadi guruku.

Tak terasa sudah setahun aku menjadi santri. Di tahun 2014, aku ingat sekali tahun itu merupakan tahun perdana di pondok ku mendapat amanat surgawi berupa hijrah. Bingo,,seperti yang kalian bayangkan, yang namanya hijrah berarti meninggalkan kampung halaman serta zona nyaman. Saat itu tak tau pasti, aku pun hanya mendengar kabar burung bahwa keluarga beliau dihijrahkan di ujung belahan bumi bagian barat, Sumatra, tepatnya di Riau.

Akan ku simpan dulu kisah ini,, dan mari kita melangkah 5 tahun kemudian,,,

Tahun 2019, dimana aku resmi lulus sekolah dan telah menjadi sosok Taruni. Tahun awal pengandian ku dipondok, aku diberangkatkan tugas di tempat yang,,bisa dikatakan menantang. Sebut saja ini takdir atau hanya kebetulan semata, benar,, Riau.

Welcome to Riau

Disinilah aku,,disuatu tempat yang dijuluki bumi seribu parit. Boleh kukatakan bahwa bumi ini sempit,,? Hanya kiasan semata, Karna apa,, kalau aku berada di Riau otomastis aku akan berjumpa dengan,,, yup, keluarga beliau. Finally kami berada dipenugasan yang sama dengan mentor yang sama. Bisa dikatakan aku akan sering berinteraksi dengan beliau sekeluarga.

To the core. Sekarang kan ku ajak kalian menyusun alur terpenting dalam kisah ini,

Apa itu sabar,,?

Jika masih ada yang mengatakan sabar itu ada batasnya, maka kalian perlu mendatangi sosoknya. Melihat langsung bagaimana kehidupannya, agar kalian tahu apa itu makna sabar yang sesungguhnya.

Watak manusia itu berbeda beda. Bahkan masnyarakat yang sudah mengenal dan mondok di SPMAA pun tak luput dari drama watak. Dipercaya ini, diberi itu, disuruh kesana, diperintah kesini. Semua hal terkait Riau “seharusnya” sudah memiliki tupoksi masing masing. Seperti yang kusebut diawal. Kalau mood sudah anjlok, kata doif menjadi senjata. Saling tunjuk sana sini menjadi tameng dan akhirnya bersembunyi dari kenyataan.

“Sabar Ngalahi”

Itulah jawaban singkat yang selalu beliau berikan padaku. Dan semua itu benar benar terbukti di Riau yang selalu dipandang “sempurna”.

“Mbk,,sampean disini itu bukan diajari tapi belajar sendiri. Belajar Ngalahi, kalau bukan kita lalu siapa lagi ??”

“Kalau mereka tidak mau, berarti kita yang harus siap mengganti”

“Kalau ada ukuran sabar itu, berarti tak terukur”

“Ditokno mbak,, Sampek hilang semua rasa lelah, capek, bahkan sampai lupa kalau lagi sabar”

Semua kalimat itu seakan menamparku. Aku hanya terdiam sambil mendengarkan dengan tenang, walau dikepalaku banyak sekali sanggahan. Bagaimana seorang bisa lupa dengan sabarnya ?, Bagiamana seorang bisa kehilangan rasa lelahnya ?. Dan semua itu terbukti pada beliau. Bagaimana sosok itu bergerak setiap saat. Bagaimana sosoknya selalu ceria, bagaimana sosoknya selalu diandalkan.

Mungkin sesi ini agak strange untuk didengar. Kalian tahu ayam ?. Unggas yang dagingnya lezat bila disantap. Semua warga disini begitu membenci hewan berkaki dua itu. Selain tingkahnya yang menyebalkan, hewan itu juga suka buang kotoran sembarangan. Tak ada seharipun tanpa membersihkan kotoran ayam. Segala macam hal sudah dilakukan agar ayam ayam itu sadar. Tapi, taukah kalian, disaat semua orang membenci ayam, hanya beliau seorang yang begitu bersyukur atas hadirnya ayam.

“Aku suka mbak ada ayam,kluruknya itu loh yang selalu tak tunggu”

“Nyuwun Rahmat, waktu kluruk selalu bilang gitu, kalau ayamnya banyak kan makin banyak rahmatnya”

“Suara kluruknya itu yang meramaikan Riau”

Lagi lagi beliau memberi jawaban yang tak masuk diakal. Mungkin kalian harus menyaksikan sendiri, bagaimana tiap hari beliau berjalan mengelilingi kawasan yayasan hanya untuk menghitung dan mengunjungi para ayam. Semua hal itu bikin siapapun yang melihat pasti geleng kepala.

“Lihat itu ustad Jun, sama ayam aja loh sesabar itu, sesayang itu”

Ujar salah satu guruku kala kami berbincang sambil memandangi gerak gerik beliau.

Beralih dari ayam, yang membuat penat. Kita berjalan lagi pada hal menarik lainya.

Entah mengapa setiap gerak gerik beliau selau mengundang banyak perhatian. Seakan atensi selalu siap menyaksikan. Sama seperti dulu, saat ini beliau juga membuka warung kecil. Sebelum itu beliau hanya berjualan kerupuk yang dititipkan diberbagai toko asongan. Bisa kalian bayangkan, berapa penghasilan beliau seharinya,, dan itu untuk hidup keluarga serta asrama,,

Pernah salah satu pengurus ku, memberi tawaran pekerjaan “Layak” dengan keuntungan besar. Tapi beliau hanya diam tersenyum, seolah menggambarkan penolakan halus. Dan banar saja, selama aku bertugas, belum pernah sekalipun aku melihat beliau bekerja selayak dan sewajarnya kepala rumah tangga.

“Aku belum pernah mbk, merasakan rasanya gajian itu yang bagaimana,,?”

“Menurutku, yang namanya kerja itu cuman mainan, tugas yang beneran”

“Nggak papa kerja, tapi ya hanya untuk mainan kalau lagi bosan”

Apa katanya,, mainan kalau bosan,,?. “Kalau bosan ya jalan jalan”, sanggahku sebal. Tapi kalau ditamati, semua perkataan beliau memang benar. Setiap kali beliau jualan seakan hanya penghibur kegundahan. Tak jarang masyarakat yang memilih berhutang, untungnya lagi beliau tak pernah menagih, atau mengungkit ungkit soal perutangan.

“yang penting bisa jualan sudah bersyukur, untung rugi itu urusan nanti”

“yang utama itu penugasan kita, jadi jangan terlalu mikir bisnis, nanti bisa amburadul”

Itulah yang ku suka dari peranggai beliau. Tidak pernah mencampurkan bisnis dalam penugasan. Belum pernah kujumpai sosok dengan pemikiran sepereti ini. Carilah diluar sana, mau yang brandalan ataupun berpendidikan, pasti tak luput dari otak bisnis. Dizaman sekarang semarak ekonomi bisnis dan politik. Jika tidak mampu maka dianggap kuno dan tak layak hidup. Semenyedihkan itu nergri ini.

Waahhh,,tak terasa sudah empat lembar kisah ini kusampaikan. Sialnya kita harus segera mengakhirinya karna kita sudah dibatasi waktu.

The lastly,,

Akan ku tutup kisah dinamika ini dengan ungkapan ku sendiri. Bagaimana pandanganku tentang sosoknya, bagaimana fikiranku tentang sosoknya, dan bagaimana diriku mengahadapinya. To be honest, jika kalian ingin tau alasan mengapa aku masih mau kembali dan mengabdi di riau, akan ku beri tahukan semuanya disini.

Tahun 2021, ialah tahun terkhir dalam 2 tahun pengabdianku. Aku aku sudah menyusun srategi agar aku tidak lagi kembali ke riau. “Aku sudah tidak mau mengabdi”, ujar ku lantang setiap kali ditanya orang. Apalagi harus kembali ke riau dengan sejuta drama meyebalkan itu, big no. malam sebelum aku berangkat pulang liburan, kami para taruni dan tpu berkumpul. Banyak sekali yang kami bahas saat itu. Termasuk segala kalimat motivasi yang khusus beliau sampaikan padaku setelah mendengar penuturanku.

“tempat tugasnya di Riau, kalau nggak kembali, trus bagaiaman kita akan bertugas ?”

“kita ini mentornya gus Khosyi’in, sudah diberi amanah menjaga Riau, kalau kita tidak mau nurut, trus bagaimana cara kita mentaati beliau,,?”

“insyaalah segala bentuk pengabdian kita itu bernilai”

 “hidup ini Cuma sebentar mbak,,nggak lama,,”

“hidup didunia ini Cuma sekali, karna itu ayo balapan mencari bekal sebanyak banyaknya”

 “nggak lama,,ayo sabar,,sebentar lagi kita menuju kemenangan”                     

Sakit rasanya mendengar semua itu. Kalimat sederhana dan tanpa paksaan tapi bermakna penekanan. Bahkan rasanya tubuhku meluruh, keringat dingin tiba tiba berjatuhan. Speechless, hanya itu yang bisa kulakuan. Ditengah germicik hujan, dan kesunyian malam, segala kalimat it uterus berputar diotak ku seakan membentuk rangkaian cambukan.

Dan ya,, aku bertahan dan akan selalu bertahan. Beliau benar, siap bertugas, siap mengabdi berarti harus siap dengan segala konsekwensi. Sabar diuji, sabar nglahi, sabar membersamai. Karna benar,,hidup diduni hanya sekali, tak akan lama lagi kita apan menjemput kemenangan. Percayalah,,,

Ya allah terimkasih telah mempertemukan ku dengan beliau, sang YoLo dengan perangai sabar tanpa batas angan. Terimakasih bayak buat kalian, karna sudah meluangkan waktu membaca kisah ini,,

Sampai jupa lagi, nanti kita cerita lagi tentang hari ini,,,

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *