Oleh: Gus World Arbitrator

Hukum dunia, untuk mencapai keberhasilan wajib melalui pengorbanan dan perjuangan, contoh menjadi dokter. Biaya standar yang kudu disiapkan antara 500 juta sampai 1 M, belum masuk spesialisasi. Itu juga tergantung kampusnya.

Wajar, mengingat besarnya tanggung jawab, nyawa dan keselamatan manusia secara syariat “diserahkan” kepadanya. Layak diperlukan pembiayaan yang cukup besar, di antaranya biaya untuk mendatangkan Cadaver, mayat untuk mempelajari anatomi tubuh manusia secara holistik.

Mortui Vivos Docent, istilah atau motto pelajar kedokteran ketika mempelajari tubuh manusia yang sudah mati (mayat Cadaver). “Yang mati menjadi guru bagi yang hidup, Mortui Vivos Docent”.

Kita juga wajib belajar kepada yang sudah mati, bukan sekedar tentang anatomi tubuh seperti mahasiswa kedokteran, tapi lebih dari itu.

Tentang bagaimana dan apa yang akan terjadi kepada kita saat di kuburan, bagaimana rasanya hari pertama pindah dunia. Seperti apa kondisi tubuh kita sepekan, sebulan, setahun di dalam tanah dan siapa yang menemani kita ?

Arah Mortui Vivos Docent kita kesana, kita belajar dari “Cadaver” teman, saudara atau siapa pun yang sudah mati.

Bentuk belajar dan cara komunikasi kita kepada yang sudah mati di antaranya dengan memperbanyak ingat mati, tafakur merenung kondisi kubur, bab mati wajib dibicarakan, di diskusikan dan dimasukkan dalam agenda perencanaan masa depan, baik untuk diri, anak, istri suami, dan keluarga.

Mempersiapkan perbekalan dan mempelajari 3 sejarah “Cadaver”, sejarah bagaimana mayat ; 1. Orang yang taat cinta kepada Allah. 2. Bagaimana kondisi mayat yang ingkar kepada Allah. 3. Juga mayat orang yang merasa taat tapi dalam catatan Allah tidak.

Sudahlah, jangan sombong, “itu tergantung amal”, kita tau bagaimana Sayyidina Umar RA. Kurang apa beliau dalam beramal, beribadah, sedekah, perjuangan dan keimanan, tapi toh masih rapuh dan kawatir sampai menangis ketika melewati kuburan ?

Mikir mati bukan berarti stagnan, apatis, hanya berdiam di masjid seumur hidup, tidak, tidak begitu. Ingat mati itu visi, konsep hidup. Tetap kerja, tetap bersosial, bermuamalah dan aktivitas pada umumnya.

Belajar dari yang mati memberi energi positif, semangat melakukan kebaikan, taat menjalankan semua perintah, tidak memiliki rasa kepemilikan terhadap harta benda dunia. Jiwa raga dan harta merasa milik Allah, jika sewaktu-waktu Allah lewat kebutuhan Agama dan bangsa membutuhkan, akan dengan ikhlas memberikan.

Menjadi pribadi rendah hati, tidak sombong, tidak merasa banyak amal, tidak merasa sudah berjuang, justru merasa banyak dosa ban banyak kekurangan.

Sulit memang, jika untuk menjadi dokter habis ratusan sampai milyaran, setidaknya proses dan usaha yang berat itu, kita sadari sebagai pengorbanan “biaya” yang harus kita keluarkan.

Nantinya kita juga menjadi dokter, dokter pribadi, mendeteksi dan mengobati penyakit – penyakit hati, penyakit yang sulit di ketahui, penyakit yang ditimbulkan oleh setan dihati, penyakit yang dampaknya adalah murka Allah.

Salam Mortui Vivos Docent. Wallahu A’lam Bishowab. Bismillahirrahmanirrahim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *