Denpasar-Portalangit. Kenaikan harga jagung yang berdampak pada pakan ternak menjadi penyebab mahalnya daging ayam yang tembus hingga Rp50 ribu per kg.
Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN) Alvino Antonio mengungkapkan harga jagung di tingkat peternak saat ini dijual Rp8.900 hingga Rp9.500 per kg. Padahal, normalnya harga jagung di tingkat peternak dijual Rp8.500 per kg.
Mengutip panel harga badan pangan nasional, harga jagung pipil di tingkat peternak dibanderol Rp4.840 per kg, turun Rp10 dibandingkan pekan lalu Rp4.850 per kg. Sementara, mengutip trading economics, harga jagung dijual US$635 per bushel (1 bushel setara dengan 25 kg).
Akibat mahalnya harga jagung, pakan ternak pun ikut terkerek. Alvino mengatakan saat ini harga pakan dijual Rp5.700 hingga Rp6.000 per kg tergantung jenisnya.
“Normalnya, harga pakan itu Rp5.000-an. Ini sudah naik dari tahun lalu, karena dipengaruhi harga jagung. Komposisi jagung ini kan menyumbang 50 persen di pakan ternak,” katanya kepada CNNIndonesia.com, Selasa, 27 Juni 2023
Selain harga jagung, bibit ayam pun turut terkerek dari Rp5.000 per ekor menjadi Rp7.500 hingga Rp8.500 per ekor.
Akibat kenaikan harga jagung dan pakan, harga jual daging ayam pun ikut terkerek tembus Rp50 ribu per kg. Lonjakan harga ayam dibuktikan sendiri Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengecek langsung penjualan unggas itu di Pasar Palmerah. Menurut Jokowi, kenaikan harga ayam dipicu oleh masalah pasokan.
Jika mengacu pada harga acuan penjualan (HAP) dalam Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) No. 5/2022, harga jual daging ayam seharusnya sekitar Rp36.750/kg untuk konsumen dan Rp21 ribu per kg-Rp23 ribu per kg untuk peternak.
Untuk telur ayam, harga ditetapkan sebesar Rp27 ribu per kg untuk konsumen dan Rp22 per kg-Rp24 per kg untuk peternak.
Alvino menduga selain karena pakan dan jagung, kenaikan harga ayam juga disebabkan adanya beberapa pedagang eceran yang memanfaatkan situasi tersebut untuk mendapatkan keuntungan besar, terutama dengan meningkatnya permintaan akan daging ayam menjelang Hari Raya Iduladha 1444H.
“Jika harga mencapai Rp50 ribu kg, kemungkinan ada praktik yang dilakukan oleh pedagang eceran tertentu. Mereka yang masih memiliki stok atau pasokan akan menjual dengan harga yang sangat tinggi untuk mendapatkan keuntungan besar. Padahal, sebenarnya harga seharusnya tidak mencapai angka tersebut,” katanya.
Selain itu, Alvino juga mempertanyakan alasan di balik aksi unjuk rasa dan mogok jualan yang dilakukan oleh pemasok atau pedagang besar. Menurutnya, pihak tersebut sebenarnya bukanlah yang merasakan dampak dari kenaikan harga daging ayam ras.
“Seharusnya aksi unjuk rasa dilakukan oleh masyarakat. Pemasok atau pedagang besar tetap dapat melakukan penjualan karena permintaan tetap ada. Meskipun dijual dengan harga tinggi, pasti masih ada yang membeli. Menurut saya, hal ini sangat aneh,” ungkapnya.