CNN. Kepala bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono mengungkap fakta-fakta gempa M 7,4 di Flores, Nusa Tenggara Timur, yang terjadi pada Selasa, (14/12) siang.
Pusat gempa disebut terletak pada koordinat 7,59 LS – 122,24 BT, tepatnya di laut pada jarak 112 kilometer arah Barat Laut Kota Larantuka, NTT, dengan kedalaman 10 kilometer.
Gempa yang terjadi merupakan jenis gempa dangkal akibat adanya aktifitas sesar aktif di Laut Flores, dengan mekanisme pergerakan geser-mendatar atau strike slip.
“Meskipun pusat gempa ini terletak dekat jalur sumber gempa Sesar Naik Flores [Flores Thrust] tetapi pembangkit gempa ini bukan Sesar Naik Flores,” ujar Daryono lewat pesan teks, Selasa (14/12) malam.
Sesar Naik Flores, dijelaskan Daryono, memiliki mekanisme naik, sedangkan gempa ini geser-mendatar. Gempa disebut dipicu aktivitas sesar aktif yang belum terpetakan, sehingga hal ini menjadi tantangan bagi para ahli kebumian untuk mengidentifikasi dan memetakannya agar melengkapi peta sumber dan bahaya gempa di Indonesia.
Peringatan tsunami dihentikan
Daryono menjelaskan dampak gempa berupa guncangan yang dirasakan kuat di Ruteng, Labuan Bajo, Larantuka, Maumere, Adonara, dan Lembata dalam skala intensitas III – IV MMI.
“Gempa ini menimbulkan kerusakan banyak bangunan di Selayar, Sulawesi Selatan,” tutur Daryono.
BMKG sempat memberi peringatan potensi tsunami dengan tingkat ancaman ‘waspada’ di Flores Timur Bagian Utara, Pulau Sikka, Sikka bagian utara, dan Pulau Lembata.
Berdasarkan pemantauan muka laut menggunakan Tide Gauge yang dikelola Badan Informasi Geospasial (BIG), terdapat kenaikan muka air laut setinggi 7 cm di Stasiun Tide Gauge Reo dan Marapokot, Nusa Tenggara Timur.
BMKG mengakhiri peringatan dini tsunami pada pukul 12.27 WIB, atau sekitar dua jam setelah pertama kali diperingatkan.
Gempa susulan 97 kali
Daryono menjelaskan hingga Selasa (14/12) pukul 19.00, hasil pemantauan BMKG menunjukkan telah terjadi gempa susulan sebanyak 97 kali.
“Magnitudo gempa susulan terbesar mencapai M6,8 sedangkan magnitudo gempa susulan terkecil M2,9,” tuturnya.
Lokasi sumber gempa Laut Flores M7,4 secara seismisitas, menurut Daryono, jarang terjadi aktivitas gempa, berdasarkan data seismisitas regional periode 2009-2021.
Sejarah tsunami di NTT
Daryono mengatakan NTT merupakan daerah rawan tsunami. Sejak 1800-an di busur Kepulauan Sunda Kecil (Bali, NTB, NTT) sudah terjadi lebih dari 22 kali tsunami.
Sejarah mencatat pada 29 Desember 1820 gempa kuat yang berpusat di Laut Flores memicu tsunami di Flores hingga Sulawesi Selatan. Di Bulukumba korban meninggal akibat tsunami mencapai sekitar 500 orang.
Terakhir pernah terjadi tsunami destruktif yang dipicu gempa M7,8 di Laut Flores pada 12 Desember 1992. Hal itu membangkitkan gelombang tsunami setinggi 30 meter, menyebabkan 2.500 orang meninggal dan 500 orang hilang.
Di samping itu Daryono mengatakan gempa Laut Flores M7,4 yang berpotensi tsunami mengingatkan bahwa sumber gempa kuat yang berasal dari sesar aktif ternyata masih belum teridentifikasi seluruhnya.
“Sumber gempa sesar aktif yang mampu memicu gempa kuat ternyata masih ada yang belum teridentifikasi dan terpetakan,” tutup Daryono.