By; Glory Islamic
Kita sering terhenyak dengan berita seorang publik figur yang meninggal secara tiba-tiba. Mulai dari anggota DPR yang sehat wal afiat, pebisnis, olahragawan, artis baik manca maupun dalam negeri. Kita kaget dan seolah tak percaya karena tidak mendengar berita tentang sakit mereka sebelumnya. Kita juga kaget mengingat kemampuan materi mereka sangat cukup banyak untuk menjaga kesehatan. Beragam penyebab mulai dari serangan jantung, kanker sampai kecelakaan.
Namun tahukah sampean bahwa sebenarnya bukan hanya kita yang terhenyak? Ya, ternyata mereka sendiri, orang-orang yang meninggal itu bahkan jauh lebih hebat shock dan kekagetan yang dirasakan. Di tengah sibuknya seseorang tiba-tiba maut datang menjemput paksa. Tanpa pemberitahuan sebelumnya, tidak bisa ditunda atau dimajukan sedetikpun. Semua yang sedang dikerjakan terpaksa harus terhenti. Semua yang dimiliki terpaksa harus direlakan menjadi hak waris. Semua yang dicintai harus ditinggalkan.
Allah berfirman dalam Qs. 29:64: “Wa maa haadzihil hayaatud dunya illa lahwun wa la’ibun, wa innaddaarol akhirat lahiyal hayaawaan, lau kaanu ya’almuun/bukanlah kehidupan di dunia ini kecuali permainan dan sendau gurau, sedangkan kampung akhiratlah kehidupan yang seseungguhnya, jika mereka mengetahui”. Makna permainan di sini adalah sesuatu yang sementara sifatnya. Seserius apapun permainan dimainkan, keseriusannya hanya terjadi saat permainan berlangsung. Begitu permainan bubar, hilang pula keseriusan itu.
Seorang mencalonkan bupati menghabiskan puluhan milyar. Setelah melalui perjuangan dan kampanye yang habis-habisan, terpilih sebagai orang nomor satu di kabupaten. Namun, baru beberapa bulan jadi bupati, tiba-tiba mati secara mendadak. Belum sempat “memanen” jerih payahnya, maut menghancurkan segala ambisi. Ada kawan yang baru kelar penataran tingkat nasional. Rencana mau dikirim ke Jepang. Bubar penataran, tewas ditabrak mobil. Batal dikirim ke Jepang, di kirim ke kuburan.
Seorang mahasiswa baru wisuda fakultas kedokteran. Rencananya segera menikah dan melanjutkan studi ke Amerika. Saat boncengan dengan pacarnya, meninggal kecelakaan. Gagal melanjutkan studi ke Amerika, namun melanjutkan perjalanan ke alam baka. Tetangga saya wak Haji membangun rumah lantai dua, cukup mewah. Semua selesai, tinggal finishing dan pasang sebuah jendela. Tanpa sakit dan keluhan apapun, tiba-tiba meninggal. Rumah urung ditempati, keburu dijemput mati.
Kejadian-kejadian yang mungkin juga banyak terjadi di sekitar sampean. Sesuatu yang tampak wajar. Tapi ada pelajaran besar jika kita cermat mengamati. Bahwa firman Allah di atas benar adanya. Rencana dan aktifitas yang sedang kita jalani dengan serius ternyata sebenarnya hanyalah sesuatu yang tidak permanen bahkan absurd. Seperti waktu kita kecil bermain dengan penuh keseriusan dan totalitas. Namun tiba-tiba harus terhenti karena dipanggil orangtua atau habis waktunya.
Gurita bisnis yang sedang pontang panting kita urusi, dunia politik yang penuh intrik dan tipu muslihat, pekerjaan yang begitu serius kita tekuni; semuanya tampak seperti permainan ketika harus diakhiri oleh kematian. Sesuatu yang tidak seorang manusiapun menduga kedatangannya, apalagi mengharapkannya. Sesuatu yang diimpi-impikan sebegitu rupa, saat seolah akan tercapai, tiba-tiba menjauh dan menghilang begitu saja. Kita seolah terjebak. Lebih bijak lagi harusnya kita merasa tertipu.
Dalam Qs. Ali Imraan 185 menyebutkan bahwa kenikmatan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya. Memang diperlukan tingkat keimanan yang haqqul yaqin akan akhirat untuk memaknai hidup ini. Tapi sebenarnya bila kita jeli melihat ujung dan hakikat kehidupan ini, cukup dengan logika saja sudah mampu melihat dunia seperti yang difirmankan Allah di atas.
Sewaktu kecil saya kadang bermimpi menemukan uang banyak di jalan atau di kolong tempat tidur. Senang sekali rasa hati ini, semangat sekali kita mengumpulkan receh demi receh, lembar demi lembar. Saat sedang sibuk memasukkan uang-uang tersebut ke saku, tiba-tiba kepala seras terantuk sesuatu. Ternyata kita terjatuh dari tempat tidur. Spontan kita meraba-raba saku, ternyata kosong, kecewa sekali rasanya.
Itulah gambaran kehidupan ini. Saat kita tengah-tengah asiknya mewujudkan ambisi, mengumpulkan harta, mendaki karir, meraih mimpi, tiba-tiba kita “terantuk” mati dan kemudian terbangun di dalam kubur, baru kita sadar ternyata kita mimpi. Padahal saat kita meraih mimpi dunia tadi, kita cenderung meninggalkan yang nyata, yakni akhirat. Godag lujung, ninggal deleg/mengejar ikan sekecil sapu lidi, mengabaikan ikan sebesar gabus. Dulur, bangunlah dari mimpi yang nisbi, raih kehidupan yang abadi. Bismillah.