CNN. Rayap ternyata masuk ke dalam kategori hewan yang ‘pro’ pemanasan global. Mengapa demikian?
Seperti dikutip Science Alert, rayap memakan kayu mati lebih cepat dalam kondisi yang lebih hangat. Contohnya, rayap di wilayah dengan suhu 30 derajat celsius akan memakan kayu mati tujuh kali lebih cepat daripada rayap di wilayah bersuhu 20 derajat celsius.
Kayu mati yang dimakan rayap bisa mempercepat pemanasan global. Pasalnya, pohon selama ini diketahui menyerap karbon dioksida yang ada di atmosfer lewat proses fotosintesis.
Kurang lebih, setengah dari karbon itu pun masuk ke dalam pohon-pohon baru. Saat kebanyakan pohon-pohon tumbuh lambat dalam hal tinggi dan diameter, pohon-pohon kecil mati.
Sisa-sisa pohon itu kemudian menjadi tumpukan kayu mati. Di sanalah karbon terakumulasi sampai kayu mati itu dibakar atau lapuk karena dimakan mikroba atau juga rayap.
Jika kayu-kayu mati itu dimakan sangat cepat, karbon dioksida yang tersimpan di dalamnya akan kembali ke atmosfer. Namun jika pelapukannya berjalan lambat, jumlah tumpukan kayu mati bisa meningkat sehingga memperlambat proses akumulasi karbon dioksida dan gas metan di atmosfer.
Karena alasan itulah, memahami organisme yang memakan kayu mati sangat penting. Pasalnya, itu bisa membantu para ilmuwan memprediksi dampak perubahan iklim terhadap karbon yang disimpan di ekosistem darat.
Para ahli pun melakukan eksperimen dengan rayap yang dilakukan di padang rumput dan hutan hujan di timur laut Queensland. Metodenya, para ahli menempatkan beberapa blok kayu tertutup jaring pada permukaan tanah di lokasi berbeda.
Setengah dari blok tersebut punya lubang kecil sebagai jalan masuk rayap. Sementara, setengah yang lainnya tidak, sehingga hanya mikroba yang punya akses terhadapnya.
Para ahli lalu mengumpulkan blok-blok kayu itu setiap enam bulan. Dari sana ditemukan kayu dengan lubang hancur lebih cepat daripada yang tanpa lubang.
Itu artinya, rayap berkontribusi signifikan terhadap kehancuran tersebut. Lebih lanjut, para ahli ini pun mengajak orang lain dari berbagai belahan dunia untuk ikut serta dalam eksperimen ini.
Pada akhirnya, lebih dari 100 orang bergabung dan melakukan ujicoba di lebih dari 130 variasi habitat.
Pada akhirnya para ahli menemukan, kayu dengan akses rayap tujuh kali lebih cepat hancur jika temperaturnya 10 derajat lebih panas dari yang lain.
Sederhananya, kayu mati yang dimakan rayap di daerah tropis seperti Darwin akan lebih cepat lapuk 10 kali lipat daripada yang ada di Tasmania.
Contoh lain, para rayap di gurun sub-tropis Afrika Selatan akan memakan kayu lebih cepat lima kali daripada yang berada di hutan hujan Puerto Rico.
“Dengan menggunakan data dari 133 tempat di enam benua, kami menemukan bahwa rayap dan konsumsinya sangat sensitif terhadap temperatur (dengan kehancuran meningkat lebih dari 6,8 kali per 10 derajat celsius peningkatan dalam hal temperatur), jauh lebih tinggi daripada mikroba,” tulis para ahli dalam jurnal berjudul Termite sensitivity to temperature affects global wood decay rates, yang dipublikasikan di Science.
“Efek kehancuran dari rayap lebih hebat di hutan tropis musiman, padang rumput tropis, dan gurun sub tropis. Dengan tropikalisasi (peralihan hangat ke iklim tropis), efek kehancuran rayap sepertinya akan meningkat karena mereka punya akses lebih ke permukaan Bumi,” tulisnya lagi.