CNN. Banggar DPR RI mengusulkan penghapusan daya listrik 450 VA untuk pelanggan rumah tangga PLN. Gayung bersambut, pengamat dan masyarakat girang.

Dengan syarat, kenaikan daya dari 450 VA ke 900 VA itu tanpa dipungut biaya alias gratis. Syarat berikutnya, subsidi tetap diberikan dan tarif listrik tidak naik.

Ketua Banggar Said Abdullah menuturkan kebijakan ini akan meningkatkan konsumsi listrik. Sehingga, PLN tidak lagi kelebihan kapasitas atawa oversupply.

Dari sisi konsumen, sudah barang tentu, masyarakat yang selama ini ada di golongan 450 VA naik kelas. Mereka bisa lebih sejahtera dengan kapasitas listrik yang lebih besar. Mereka dapat beralih menggunakan rice cooker dan mesin cuci dari cara-cara memasak atau mencuci tradisional.

Tetapi, apa iya PLN memang kelebihan kapasitas?

Oversupply memang terjadi di wilayah Jawa-Bali. Awal tahun ini saja, terdapat tambahan pasokan 6 gigawatt (GW) di Jawa. Padahal, tambahan permintaan hanya 800 megawatt (MW). Artinya, ada kelebihan sebanyak 5 GW.

Tidak heran, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov menerangkan persoalan listrik di Indonesia masih menjadi ironi, meski kelebihan kapasitas, tapi ketersediaanya belum merata.

“Iya betul (ironi), memang faktanya masih ada persoalan itu, pemerataan pasokan listrik untuk daerah terdepan, tertinggal, dan terluar (3T),” ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (14/9).

Berdasarkan data PLN, saat ini masih ada lebih dari 4.700 desa di daerah 3T belum menikmati listrik. Adapun, rasio desa berlistrik yang bersumber dari PLN baru 90,78 persen.

Bahkan, beberapa provinsi masih di bawah 80 persen, yakni Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, hingga Maluku. Lebih parah lagi, di Papua dan Papua Barat, rasio desa berlistrik di bawah 50 persen.

Berkaca pada data ini, wajar bila target rasio elektrifikasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum juga tercapai. Jika melihat ke belakang, pemerintah punya target rasio elektrifikasi mencapai 99,9 persen pada akhir 2019 lalu. Namun, tidak terpenuhi. Saat itu rasio elektrifikasi hanya mencapai 98,89 persen.

Tahun ini, pemerintah punya target rasio elektrifikasi 100 persen. Tercatat, rasio elektrifikasi atau perbandingan rumah tangga berlistrik dengan total rumah tangga di Indonesia baru 99,56 persen sepanjang semester I 2022.

Abra mengatakan tantangan dalam pemerataan listrik di daerah 3T adalah pada kondisi geografis. Menurutnya, tidak mudah menyalurkan listrik dari pembangkit hingga sampai ke rumah tangga jika medannya tidak mendukung.

“Kalau medannya pegunungan, kepulauan, atau daerah terpencil sangat sulit mengandalkan sumber listrik dari pembangkit yang besar di wilayah yang lebih strategis,” terang dia.

Oleh karena itu, Abra menyarankan PLN harus mengambil opsi lain yang lebih memungkinkan untuk menyediakan listrik ke daerah-daerah remote. Misalnya, membuat pembangkit listrik bertenaga mikrohidro di daerah yang memiliki sungai atau tenaga surya untuk daerah yang memiliki intensitas cahaya matahari tinggi.

Selain mudah diakses, pilihan energi baru terbarukan (EBT) itu pun lebih ramah lingkungan. Pun jika pemerintah mengambil opsi itu pun pengawasan dan perawatan pembangkit tadi harus terus digalakkan, misalnya dengan melibatkan masyarakat.

“Karena tidak bisa PLN dan pemerintah pusat membangun infrastruktur di daerah, tapi dalam hal pengelolaan aset tersebut tak dilakukan dengan baik oleh masyarakat. Intinya, keberlanjutan dari pemanfaatan EBT di 3T ini harus dipertimbangkan,” papar Abra.

Di sisi lain, ia menyinggung penyertaan modal negara (PMN) yang dikantongi PLN setiap tahunnya dari negara. PMN ini salah satunya untuk melakukan distribusi listrik ke daerah-daerah terpencil.

“Seharusnya itu menjadi catatan, evaluasi sejauh mana pemanfaatan PMN tadi untuk meningkatkan rasio elektrifikasi di daerah 3T,” imbuh Abra.

Hal senada disampaikan Pengamat dari Energy Watch Mamit Setiawan. Ia menilai PLN yang acap kali kelebihan pasokan, tetapi distribusi listrik tetap saja belum merata.

“Belum (rata), meskipun disampaikan rasio elektrifikasi sudah hampir 100 persen, tapi aktualnya masih belum merata,” tutur dia.

Mayoritas wilayah yang belum tersentuh listrik, terutama bagian timur Indonesia, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua.

Pun demikian, pemerintah dan PLN tidak boleh berpangku tangan pasrah. PLN harus hadir di daerah tersebut dengan menyediakan pembangkit EBT. Toh, energi ramah lingkungan ini lebih mudah diakses dan murah dibandingkan membangun pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *