CNN. Puluhan spesies ikan di sejumlah sungai besar di Pulau Jawa, termasuk Bengawan Solo, disebut punah akibat habitatnya tercemar limbah pabrik.

Chief of Field Reseacher National River Ecoton Andreas Agus Kristanto mengatakan temuan itu mengacu pada hasil investigasi pihaknya dan sejumlah kelompok pemerhati lingkungan seperti Forum Komunitas Daerah Aliran Sungai Citarum, Ciujung Institut, dan Ciliwung Institut, Maret hingga April 2021.

Berdasarkan hasil investigasi, ikan-ikan mati secara massal setelah sungai sungai dijadikan tempat pembuangan limbah pabrik tekstil dan pabrik kertas. Pertama, Kali Brantas. Jumlah yang punah mencapai 35 spesies.

“Di Kali Brantas misalnya, saat ini hanya ditemukan 25 spesies ikan dari sebelumnya 60 spesies pada tahun 1990,” kata Andreas dalam keterangan tertulisnya, dikutip Rabu (13/4).

Kedua, Sungai Bengawan Solo, dengan 20 spesies punah. Satu spesies tercatat punah sejak 50 tahun lalu, yakni Bagarius lica (keluarga Baung). Kemudian, dalam 10 tahun terakhir spesies ikan yang punah di antaranya Macrochirichthys macrochirus, Pangasius macronemus, Luciosoma setigerum, dan Homalopteroides wassinkii.

“Di Bengawan Solo, jumlah spesies ikan yang hilang mencapai 20 jenis, sehingga menyisakan kurang dari 10 spesies,” imbuhnya.

Ketiga, Sungai Citarum dengan 10 spesies punah. Ia menuturkan spesies ikan di Citarum yang punah sejak 50 tahun lalu antara lain Bagarius lica (keluarga Baung), Chitala lopis (Belida/Papar), dan Lobocheilos lehat (keluarga ikan Lais).

Dalam 10 tahun terakhir, kepunahan bertambah tujuh spesies, yakni Laides hexanema (keluarga Patin Sungai), Helostoma temnickii (Ikan Tambakan/Gurami Pencium).

Lalu, ada Rhyacichthys aspro, Pseudolais micronemus (keluarga Patin Sungai), Pangasius macronema (keluarga Patin Sungai), Acrochordonichthys ischnosoma, dan Acrochordonichthys rugosus.

Keempat, Sungai Ciliwung. Peneliti mengaku sulit menemukan enam spesies ikan. “Pangio kuhli, Betta picta, Tor tambroides, Tor tambra, Neolissochilus soro, dan Lobocheilos falcifer,” rinci Andreas.

Limbah Tak Diolah

Andreas menyebut hasil investigasi pihaknya menemukan bahwa penyebab kepunahan itu adalah pembuangan limbah yang tak diolah sempurna ke sungai. Menurutnya, limbah itu memerlukan proses dekomposisi lebih lama di ekosistem sungai sehingga memunculkan substrat hitam yang berbau dan beracun.

Substrat hitam itu, kata Andreas, bisa menutupi dasar sungai. Sementara, ikan membutuhkan permukaan dasar sungai yang kasar, berbatu atau kerikil, untuk menempelkan telurnya.

“Substrat hitam itu menyebabkan permukaan dasar sungai menjadi licin sehingga telur ikan tidak bisa bertahan, lalu mati dan hanyut,” kata dia.

Terpisah, Veryl Hasan dari Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga mengungkapkan kepunahan juga terjadi karena limbah cair industri itu mempengaruhi hormon ikan.

Ia berkata, bahan kimia itu memblokir sintesa protein pembentukan ikan kelamin jantan. Akibatnya, sungai didominasi ikan betina. Kini, ikan betina komposisinya 80 persen. Padahal, kata dia, komposisi ikan betina dan jantan seharusnya sama-sama 50 persen.

“Ketidakseimbangan komposisi kelamin ikan ini menyebabkan penurunan populasi,” ujar dia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *