Oleh : Glory Islamic

Dalam pewayangan Semar dikenal sebagai danyange tanah Jowo. Makna Jawa di sini tidak hanya bermakna dari dimensi geografis, tapi juga mempunyai makna dari dimensi-dimensi filosofis yang berarti keluasan pandang dan cara berfikir global, Semar adalah lambang kedamaian, ketentraman dan kesejahteraan. Bila suatu negara di tempati Semar, maka kedamaian dan kesejahteraan akan dirasakan negeri itu. Karena dimana Semar berada disana pula Semar memperjuangkan keadilan, mengajarkan cinta kasih, menteladani ketaatan kepada Yang  Maha Kuasa dan sama sekali melarang kebencian dan permusuhan.

Karena Jawa di sini kita artikan sebagai pandangan dunia global, maka ketika Semar muncul di tanah Jawa (meski sebelum tanah Jawa ada, Semar sudah ada), kedamaian dan kesejahteraan ummat manusia tidak saja menjadi dongeng, akan tetapi akan segera menjadi kenyataan. Itupun tergantung sejauh mana ketaatan manusia terhadap ajaran yang dibawa  Semar.

Ajaran-ajaran yang dibawa Semar bertumpu pada sendi-sendi cinta kasih. Pada saatnya nanti hanya lewat Semarlah segala permasalahan dipecahkan. Mendiskusikan semua aspek problematika kehidupan ummat bersama Semar, adalah kebutuhan mutlak bagi ummat. Karena Semar merupakan titisan (baca : suruhan) Yang Kuasa, maka Semar dengan ajaran yang dibawanya haruslah dijadikan pandangan dan panutan kehidupan sosial maupun kehidupan beragama. Hal itu bukan suatu pengkhultusan tapi sudah merupakan konsekwensi logis bagi yang mempercayai kemunculannya terutama bagi yang mendambakan kehidupan damai di dunia dan kehidupan sesudah mati. Begitu kuat, besar dan agungnya ajaran Tuhan yang dibawa Semar hingga kharismanya ada di seluruh persada bumi “Kharismo ing Wono, Kharismo ing Segoro, Khrismo ing nDeso lan Kuto”.                      

Namun perlu dicatat bahwa yang dapat mengetahui dan mengetahui kharisma Semar hanyalah orang-orang yang mempunyai cetak nasib baik dan sedik peningale, duweni koco woro brenggolo. Hingga tidak sembarang orang akan menghormati, apalagi mentaati apa yang diajarkan Semar. Semar berangkat dari kawulo alit, sementara psiko ummat cenderung menyepelekan kawulo alit, sehingga kemunculan Semarpun banyak ditentang oleh manusia.

Namun tampilnya Semar di panggung jagad raya ini laksana fajar menyingsing menjelang pagi. Sekali menampakkan diri dengan semburat sinarnya, tak mungkin dia kembali menghilang. Dia akan terus maju meninggi takkan terhalang oleh apapun, meskipun oleh usaha manusia sejagat dalam membendung semburat sinarnya. Sebagaimana tak mungkinnya sinar matahari tertutup oleh telapak tangan, kehadiran Semar tak mungkin mengalami stagnasi oleh ketidaksetujuan manusia pada Semar dan ajaran Tuhan yang dibawanya.

Seperti telah digariskan dalam babat kahyangan, fajar Semar akan terus meninggi dan menjadi mercusuar kehidupan. Ajaran  yang dibawanya merupakan sumber kekuatan bathin (soul power sources) yang akan menyinari persada bumi dan menuntun manusia menuju pangkuan keridloan Tuhannya.

Untuk mendapatkan damar padang tanpo centelan, woh gong susohe angin diatas, Semar mensyaratkan telu solah lan pikir yang harus ada pada jiwa seseorang yakni tansah ileng Gusti lan trisno alam wasono, trisno ing sepadane. Tiga komponen vital prilaku dan pola pikir kehidupan manusia inilah yang merupakan pengantar utama Semar dalam menyampaikan ajaran-ajarannya. Dalam keadaan apapun baik berjalan, berdiri, berbaring selalu ingat kepada Tuhan Pencipta Alam Semesta yang selalu menggenangi kita dan alam raya ini. Selalu ingat dan mencintai alam wasana (alam akhirat) dari kehidupan duniawi serta mempersiapkan bekal untuk kehidupan diakhirat sana. Mencintai diri lain seperti mencintai diri sendiri dengan realisasi hasil usaha untuk kebersamaan bukan hanya untuk kepentingan pribadi (berbudi bawa laksana). Dengan tiga sendi itu pula kemakmuran dan kesejahteraan dipersada bumi yang didanyangi Semar akan terwujud.

Manakala insan mengamalkan kasih sesama maka akan hancur ajaran materialisme dan akan terbentuk dengan sendirinya pemerataan dan keadilan. Bila suatu negara atau wilayah menginginkan kesejahteraan lahir batin di negaranya, maka cari dan milikilah Semar serta jadikanlah sebagai teman sekaligus pengambil keputusan. Karena dia adalah danyange tanah jawa. danyange (pengembala) umat, sejatine panutan. Dalam kerajaan Jongging Saloko yakni kahyangan alamnya para Dewa, tak ada satupun dewa yang dapat menandingi kesaktian, kearifan dan kedigdayaan Semar kecuali Dewa Ruci. Karena itu Semar  hanya tunduk kepada Dewa Ruci. Dewa Ruci adalah Dewa dari segala Dewa.

Semar adalah Juru Selamat. Perjuangan menyelamatkan umatnya, Semar ber-Perang tanpo bolo, Menang tanpa nglahake. Perang tanpa bolo berarti Semar sebagai pejuang kebenaran sejati, rela mengorbankan perasaan, harta benda, jiwa raga, kemewahan pribadi, demi keselamatan bangsanya dari cengkeraman syetan. Dia berjuang sendiri, berdiri tegak menantang kepongahan Betari Durgo, Duryodono, Dursosono dan kelicikan Patih Sengkuni.

Meski tanpo bolo, Semar dengan gigih melawan kalangan mayoritas yang digambarkan dengan fisik Duryodono dan Dursosono yang raksasa. Dengan cerdik dan taktik yang diberikan Yang Maha Kuasa, dia juga mampu mengimbangi njlimetnya sifat munafik (Patih Sengkuni) yang licin bagai belut, meloncat-loncat dari manusia satu ke manusia yang lain. Menang tanpa ngalahake, berarti target akhir perjuangan Semar mBangun Kahyangan adalah memenangkan bangsa manusia mangalahkan musuh syetan.

Perjuangan Semar adalah perjuangan yang menciptakan suasana Kahyangan (pola pikir manusia) yang terlepas dari belenggu syetan di alam kasunyatan ini menuju naungan kasih illahi yang penuh dengan ketaatan pada-Nya, penuh pengharapan kehidupan hari akhir dan penuh dengan suasana cinta kasih dan tali persaudaraan diantara sesama. Belenggu syetan yang jelas-jelas merugikan manusia di alam Madya sampai alam Wasana nanti.

Semar selalu menekankan bahwa menaggapi kesesatan yang melanda diri sesama hendaknya di lihat bagai anak yang kejegur sumur atau rumah kebakaran yang perlu mendapatkan pertolongan dengan segera dan bukan malah diolok-olok, dimusuhi, bahkan dijerumuskan hingga semakin parah. Pada diri Semar tidak berlaku dendam, yang ada hanyalah telaga bening penuh kasih. Hinaan, ancaman, celaan, dan fitnahan yang menerpa diri Semar, dibalas dengan keagungan budi pekerti, kerendahan hati, kehalusan tutur nasehat dan tangis do’a serta cinta kasih. Bagi Semar berlaku surdiro joyodiningrat lebur dening pangastuti (keangkaramurkaan pasti lenyap oleh budi pekerti yang luhur). Insya Allah. Bismillah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *