CNN. Gerhana bulan total (GBT) terjadi Selasa (8/11) kemarin. Sayangnya, sejumlah wilayah di Indonesia tak bisa menyaksikannya karena hujan dan awan tebal.

Di Indonesia, salah satu acara peneropongan Gerhana Bulan Total dilakukan di Planetarium, Jakarta Pusat. Mereka yang datang ke sana sempat menyaksikan langsung cahaya Bulan perlahan mulai tertutup bayangan Bumi pada pukul 17.58 WIB.

Namun, awan gelap ternyata mulai menutupi area peneropongan setelahnya. Alhasil, pemantauan gerhana Bulan dialihkan menggunakan siaran streaming dan aplikasi di smartphone.

“Tentu secara visual kalau ada mendung dan awan tidak bisa terlihat. Ini kita kerja sama dengan 21 lokasi di Indonesia, dari Ambon hingga Aceh,” kata penceramah Planetarium Jakarta, Widya Sawitar kepada wartawan, Selasa (8/11).

Sejumlah warga yang ikut menyaksikan pantauan fenomena gerhana Bulan di Planetarium, Jakarta Pusat, pun kecewa dengan kondisi cuaca.

Yudi Rahmasyaputra, siswa kelas 11 di SMA Negeri 44 Jakarta, mengaku kecewa karena tidak bisa menyaksikan secara langsung fenomena gerhana Bulan.

“Enggak bisa berencana tapi karena situasi cuaca, ya sedih dan kecewa. Apalagi gak satu tahun sekali,” kata dia, yang datang bersama teman-teman sekelasnya, saat ditemui CNNIndonesia.com di Cikini, Jakarta Pusat.

Tak hanya di Jakarta, masyarakat Makassar juga gagal menyaksikan langsung Gerhana Bulan Total karena cuaca hujan. Padahal, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Makassar telah melakukan pemantauan hingga fase Gerhana Bulan Total berakhir.

“Gerhana tidak dapat terlihat karena tutup awan puncaknya itu pukul 19.42 WITA. Itu berakhir masa puncak gerhana. Cuaca kurang baik, awan cukup tebal sehingga tidak bisa diamati,” kata Koordinator Bidang Observasi BMKG Wilayah IV Makassar, Jamroni, Selasa (8/11).

“Kalau cerah sebetulnya terlihat pada posisi gelap dan terang makin lama nanti terangnya akan semakin besar, cuaca seperti ini kita tidak bisa melakukan apa-apa, tapi tetap kita lakukan pengamatan sampai akhir, sampai terlihat bulan purnama biasa,” ungkapnya.

Hal yang sama juga terjadi di Medan, Sumatra Utara. Balai BMKG Wilayah I Medan baru bisa melihat Gerhana Bulan Total saat memasuki fase akhir sekitar pukul 20.00 WIB.

“Sekitar pukul 20.00 WIB, kita sudah bisa membidik bulan. Tapi sedang proses selesai gerhananya,” kata Koordinator Bidang Data dan Informasi BBMKG Wilayah I Medan, Eridawati seperti dikutip dari Antara Sumut.

Eridawati mengatakan, sekiranya cuaca cerah, BBMKG bisa mengamati puncak Gerhana Bulan Total pada pukul 18.42 WIB. “Mungkin ketika selesai pucnaknya, itu kita bisa lihat sebagian,” ujarnya.

Di Sulawesi Tenggara (Sultra), Gerhana Bulan Total berdampak kepada pasang surut gelombang air laut. Namun Kepala Stasiun Geofisika Kendari, Rudin mengatakan, dampak tersebut sebetulnya sudah biasa terjadi.

“Kalau untuk dampak sih tidak ada yang biasanya itu hanya terjadi pasang air laut maksimum. Tidak terlalu signifikan,” katanya seperti dikutip Antara.

Berbeda dengan Medan dan Jakarta, penampakan Gerhana Bulan Total masih bisa diamati langsung oleh teropong. Meskipun, ada awan tebal yang menghalangi.

“Kami di sini (tempat pengamatan di Kelurahan Purinano, Kendari), gerhana sudah muncul memang, bulannya tertutup awan. Namun kami menggunakan teropong jadi bulannya itu jelas. Gerhana itu sudah terjadi sekitar pukul 18.16 WITA,” katanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *