CNN. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengatakan semburan lumpur Lapindo sejak 16 tahun lalu telah menyumbang emisi gas metan terbesar di bumi.
Aktivis Jatam Ki Bagus menyebut pihaknya mengacu hasil penelitian ilmuwan asal Oslo Adriano Mazzini yang berjudul ‘Relevant Methane Emission to the Atmosphere From a Geological Gas Manifestation.’
“Tragedi Lapindo yang sejak awal kemunculan menyemburkan 180.000 meter kubik lumpur itu, juga menyumbang emisi gas metan terbesar di muka bumi,” kata Ki Bagus dalam keterangan tertulisnya, Senin (30/5).
Ki Bagus menjelaskan dalam penelitian itu lumpur Lapindo menyebabkan emisi gas metan terbesar yang pernah tercatat dari satu manifestasi gas alam.
Hal itu dipengaruhi tekanan fluida dari batuan sedimen bersuhu tinggi sebagai konsekuensi keberadaan gunung api magmatik di sekitar.
Metana (CH4) adalah gas rumah kaca yang 28 kali lebih kuat daripada karbon dioksida (CO2) dalam periode 100 tahun. Gas ini banyak terlepas ke atmosfer oleh sumber alami dan antropogenik.
Sekitar 30 persen metan dari fosil, seperti batubara dan minyak bumi yang diperkirakan mencapai 100-145 juta ton per tahun. Emisi gas metan tinggi dari situs Lapindo dipastikan berdampak terhadap lapisan ozon di atmosfer.
“Pada akhirnya memperparah krisis iklim,” ujarnya.
Kini, kata Ki Bagus, alih-alih dipulihkan, pemerintah justru tengah mengincar rare earth dan lithium yang terkandung dalam lumpur Lapindo. Menurutnya, langkah ini akan memperparah derita warga, sekaligus menunjukkan betapa tamak para elite negara.
Rare earth merupakan salah satu mineral yang dibutuhkan dalam pengembangan kendaraan listrik (electric vehicle/EV).
“Tidak peduli dengan keselamatan warganya sendiri,” katanya.
Seperti diketahui, beberapa waktu terakhir, Indonesia khususnya Jabodetabek merasakan suhu panas hingga 36,1 derajat celcius. Kondisi seperti ini diprediksi bakal berlangsung hingga November 2022.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan suhu panas yang terjadi diakibatkan peralihan musim dari hujan ke kemarau atau yang disebut musim pancaroba.
Namun, beberapa ahli dan aktivis lingkungan menyebut kenaikan suhu ini juga diakibatkan oleh krisis iklim.
Semburan lumpur Lapindo terjadi sejak tanggal 29 Mei 2006. Saat itu, lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc. di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo dan Desa Jatirejo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jatim menyembur ke mana-mana.
Insiden ini terus terjadi bertahun-tahun. Sampai saat ini, pemukiman warga tenggelam. Perindustrian dan aktivitas ekonomi di tiga kecamatan di sekitarnya pun menjadi terganggu.