CNN. Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mewanti-wanti pemerintah akan kemunculan pasar gelap (black market) usai harga minyak goreng curah dipatok maksimal Rp14 ribu per liter.
Ia menilai black market muncul karena sulitnya mengawasi penjualan minyak goreng curah di pasar tradisional dan pedagang bisa menjual harga di atas HET.
Toh, kalau pun dinaikkan, harganya masih lebih murah dari minyak kemasan yang bisa mencapai Rp25 ribu per liter.
“Jangan lupa mengawasi ini tidak mudah, republik ini ada 514 kab/kota, apa cukup satgas kita mengawasi itu di lapangan?” katanya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (16/3).
“Jangan sampai menjadi black market, untuk itu perlu pengawasan dari Satgas Pangan dan Bareskrim,” imbuhnya.
Dia mengklaim sudah mewanti-wanti Kementerian Perdagangan dan disepakati seluruh pedagang yang mendapat pasokan minyak goreng dari industri harus menulis di warung mereka harga pasti Rp14 ribu per liter dan tidak boleh menjual di atas itu.
Ia menyebut jika ditemukan pedagang nakal yang menjual di atas Rp14 ribu, maka sanksi yang diberikan adalah pencabutan pasokan minyak goreng.
“Kalau distributor yang kami supply minyak goreng ini tidak bertanggungjawab akan harga dan volume yang disalurkan, maka distribusinya itu dicopot sebagai sanksi,” jelasnya.
Sahat mengatakan bisa saja terjadi peralihan konsumsi dari minyak goreng kemasan menjadi minyak goreng curah karena faktor harga. Tapi, ia tak khawatir hal itu terjadi karena sebetulnya selama ini konsumsi minyak curah lah yang mendominasi.
Menurut dia, pangsa minyak curah adalah 65 persen dari total konsumsi atau hanya 35 persen saja penjualan minyak goreng kemasan.
Sahat menjabarkan bahwa pengusaha sebetulnya memberi masukan agar Kemendag melepas seluruh harga ke mekanisme pasar, baik itu curah atau kemasan. Solusinya, sekitar 28 persen masyarakat rentan atau 80 juta orang diberikan kartu BLT untuk membantu mereka.
Namun, pengaturan HET minyak curah lah yang diambil Kemendag. Dari kacamata dia, mekanisme ini bisa saja berjalan tapi bakal memakan waktu lama.
Agar sukses, ia menyebut ada dua kuncinya. Pertama, jangan sampai ada black market. Kedua, permudah klaim pengusaha ke Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
“Itu kan jangan lama-lama bayarnya, kalau lama bayarnya modal kerja kurang ya tutup lagi nanti, bahaya,” pungkas dia.