Detikcom. Perubahan iklim berdampak lebih parah terhadap orang-orang miskin, bahkan tanpa ampun. Demikian menurut sebuah studi di Idaho, Amerika Serikat (AS).
Studi ini menunjukkan bahwa orang berpenghasilan rendah menghadapi paparan suhu panas 40% lebih tinggi daripada mereka yang berpenghasilan lebih tinggi.
Dikutip dari United Press International, pada akhir abad ini, paparan gelombang panas untuk 25% orang termiskin di seluruh dunia akan sama dengan gabungan populasi global lainnya.
Catatan ini didapat setelah memperhitungkan akses ke AC atau pendingin udara, tempat perlindungan dari udara dingin, aturan keselamatan panas untuk pekerja di luar ruangan dan kampanye kesadaran akan keselamatan dari suhu panas, menurut penelitian yang diterbitkan baru-baru ini di jurnal Earth’s Future.
“Kami memang sudah memperkirakan akan melihat perbedaan. Tetapi melihat seperempat dunia menghadapi paparan sebanyak tiga perempat lainnya digabungkan, itu sungguh mengejutkan,” kata penulis utama studi Mojtaba Sadegh, ahli iklim di Boise State University di Idaho.
Para peneliti juga mengatakan bahwa pada tahun 2100, orang-orang termiskin di dunia akan menghadapi 23 hari lebih banyak gelombang panas daripada orang-orang terkaya.
Mereka mencatat bahwa banyak daerah berpenduduk padat dan berpenghasilan rendah terletak di daerah tropis dan populasinya diperkirakan akan meningkat, yang akan meningkatkan kesenjangan ekonomi dalam paparan gelombang panas.
Sadegh menunjukkan bahwa temuan itu menambah bukti yang berkembang bahwa negara-negara berpenghasilan rendah akan paling terpukul oleh perubahan iklim, meskipun negara-negara berpenghasilan tinggilah yang mengeluarkan sebagian besar gas rumah kaca.
Mengumpulkan lebih banyak data tentang frekuensi dan respons gelombang panas di negara-negara berpenghasilan rendah sangat penting, menurut Kristie Ebi, seorang profesor di Center for Health and the Global Environment di University of Washington yang tidak terlibat dalam penelitian.
“Kami tahu dari begitu banyak pengalaman bahwa mengeluarkan prakiraan gelombang panas tidak cukup untuk memastikan bahwa orang tahu tindakan tepat apa yang perlu mereka ambil,” tutup Ebi.