CNN. Sebuah video yang beredar di media sosial memperlihatkan Sungai Cisadane diduga tercemar oleh limbah cairan merah. Limbah tersebut diduga berasal dari pabrik pengelolaan plastik di Tangerang Selatan, Banten, pada Sabtu 2 Oktober 2021 lalu.
Menanggapi Informasi tersebut, Wali Kota Tangerang Selatan Benyamin Davnie mengatakan, pihaknya telah membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) melalui Satuan Polisi Pamong Praja Tangerang Selatan. Lokasi diduga pencemaran tersebut berada di RT 02 RW 04, Serpong itu sudah dilakukan pengecekan oleh Kepala Bidang Penegakkan Hukum Perundang-undangan (Gakumda) Satpol PP Tangsel Sapta Mulyana.
“Jadi itu pabrik pencucian plastik, merah itu dari laporan beliau dari bungkus sosis tuh, jadi dari pewarnanya. Kemarin hari minggu sudah langsung di BAP sama Satpol PP,” ujar Benyamin saat dikonfirmasi, Selasa (5/10).
Benyamin menuturkan belum melihat ada pidana terkait dugaan pencemaran Sungai Cisadane tersebut karena masih harus menunggu hasil laboratorium soal limbah pencemaran itu.
“Masih menunggu hasil laboratorium. Hasil laboratorium tujuh hari ke depan,” katanya.
Sementara itu, pegiat lingkungan dari Bank Sampah Sungai Cisadane (Banksasuci), Ade Yunus menuntut Pemkot Tangsel untuk memidanakan perusahaan yang diduga melakukan pencemaran lingkungan itu. Ade berpendapat ada beberapa ancaman pidana terhadap pencemar lingkungan menurut UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) tahun 2009.
Jika perusahaan tersebut sengaja membuang limbah ke sungai, diancam pidana berdasarkan Pasal 60 jo dan Pasal 104 UU PPLH dalam Pasal 104 UU PPLH, ‘setiap orang yang melakukan dumping limbah dan atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar’.
“Pidanakan pencemar Sungai Cisadane, bila dibiarkan akan terus berulang,” tegas Ade.
“Bila terbukti melakukan pencemaran namun tidak dilakukan tindakan tegas, jangan harap masyarakat percaya penegakan hukum lingkungan hidup,” imbuhnya.
Pilih Viralkan Ketimbang Lapor ke Birokrasi Ruwet
Ade mengatakan wajar bila masyarakat memilih untuk memviralkan dugaan pencemaran itu lewat media sosial agar si pencemar mendapat sanksi sosial dari pada melaporkan dengan birokrasi administrasi yang ruwet, namun tidak dilakukan tindakan.
Ade lalu menerangkan sejumlah risiko dampak apabila terjadi pencemaran di sungai. Pertama, Ikan dan biota air akan mati karena kadar Biological Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) yang masih tinggi, sehingga partikel limbah akan mengikat sumber oksigen yang ada pada sungai.
BOD adalah jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mengurai bahan organik di dalam air. Sementara COD, merupakan jumlah kebutuhan senyawa kimia terhadap oksigen untuk mengurai bahan organik. Jika nilainya semakin tinggi, semakin buruk kualitas air karena menurunkan kandungan oksigen yang terlarut di dalam air.
“Akhirnya, ikan dan biota air lainnya mengalami hambatan dalam mengambil oksigen pada air dan berujung pada kematian,” kata dia.
Kedua, limbah cair yang masuk ke dalam sungai tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu dapat mencemari air. Material kasar pada limbah akan menyebar ke penjuru sungai, kemudian akan menyebarkan bakteri dan virus yang berbahaya.
“Ketiga limbah yang dibuang tanpa pengolahan terlebih dahulu cenderung menimbulkan bau yang tidak sedap. Bau ini tentu sangat mengganggu kenyamanan lingkungan sekitar, serta berbahaya bagi manusia karena mengandung banyak gas metana,” katanya.