Saya memang  kenyang menempuh masa belajar di pesantren.Bahkan sejak lulus SD pesantren adalah sekolah yang direkomendasikan oleh orang tua dan saudara-sauudara saya.Sehingga memakai jilbab sdah menjadi keniscayaan.Mengenakannyapun tanpa hambatan apalagi tantangan atau tekanan.Lurus mulus ibarat jalan tol.

Pasti berbeda kondisinya dengan teman-teman yang menempuh masa belajarnya di seklah negri khususnya,atau bahkan mereka yang bersekolah di swasta.Kalaupun dalam praktek kesehariannya mereka boleh  pakai jilbb di sekolah,tapi berbeda lagi urusannya ketika harus mengumpulkan pas foto untuk ijazah. Harus buka hijab, harus kelihatan telinganya.Ini aturannya. Bagi yang menolak tentu ancamannya tidak diluluskan.Akhirnya mereka harus bertekuk lutut pada peraturan demi mendapat selembar ijazah.

Dan pada umumnya para siswi menyerah begitu saja.Tanpa syarat.Apalagi di bawah ancaman kata-kata “tidak lulus” jika tdk mau foto tanpa hijab.Pertimbangan mereka simple saja.

“Wong Cuma sebentar….nanti di pake lgi. Daripada tidak lulus.

Atau alibi yang lain..

“yaa… Gimana lagi…emang gitu peraturannya…

Sehingga para siswi dan wanita muslimah lainnya harus menyerah demi selembar ijazah atau selembar KTP.Lagi-lagi peraturan Alloh dengan gampangnya di taruh di deretan nomer sekian.Ancaman tidak lulus atau ancaman tidk dapt KTP sanagt menakutkan bagi mereka.Sehingga langsung di sahuti saja peraturan yang ada.Walau itu bertentangan dengan peraturan Alloh.

Astagfirullohaladzim….

Itu gambaran nasib jilbab di sekolah bberapa tahun yang lalu.Sekitar tahun 80 an hingga 90an.Begitu terasa sempit untuk membuat siswi muslimah berkibar bebas dng hijabnya.Bnayk sekali batasan dan peraturan yang merintangi.

Tapi beda ceritanya dengan kakak ipar saya.Beliau sudah almarhumah,tapi semangatnya mempertahankan jilbab di sekolah waktu itu membuat saya jadi merinding dengan kondisi saat ini.Beliau rela memilih tidak lulus daripada harus mengumpulkan pas foto tanpa hijab.Allohu akbar.Keputusan yang mungkin membuat kepala sekolah saat itu menilai kakak saya begitu bodoh dan fanatic.Juga berpandangan picik.

Apa sih beratnya fto buka jilbab?

Kan Cuma “ sak jepretan saja….”

Begitu biasanya yang menjadi take line untuk membujuk agar kami mau foto tanpa hijab.

Seprtinya ada yang terlupakan bahwa hukum hijab adalh hukum yg tidak mengenal rukhshoh.Tidak seperti hukum wajibnya sholat.Jika tdk mampu berdiri boleh sholat dengan duduk,bahkan berbaring pun di ijinkan.jika itu yang di mampu.Tak beda dengan hukum puasa Romadlon.Jika tdk mampu berpuasa karena sakit atau musafir,Boleh berbuka dan menggantinya d hari yang lain.

Tapi tidak dengan hukum hijab.Tidak ada rukhsoh di sana,Jika untuk keperluan ijazah ato foto KTP boleh sekejap buka hijab,nanti setelah fto bisa di pake lagi hijabnya.Hukum hijab tidak seperti ituHijab adalah identitas yang agung bagi seorang muslimah.Di mana mengenakannya suatu kewajiabn dan menanggalkannya sebagi sebuah dosa besar.Bahkan ketika tubuh ini harus masuk liang lahat,hijab tetap harus di kenakan sebagai busana terakhir kita menghadap sang Maha Perkasa.

Kakak saya waktu itu tidak sendiri. Ada juga santriwati SPMAA yg harus rela tidak naik kelas karena tidak mau membuka hijab.Dan itu menjadi pilihan mutlak yang tidak bisa di ganggu gugat.Apapun resikonya.Ancaman tidak naik kelas atau bahkan di keluarkan dari sekolah sama sekali tidak membuat niatnya menjadi ciut.Juga tidak pula berfikir dua kali utk melepasnya sekejap.TIDAK.NO WAY.Begitu teguh dan kuat prinsip yang di pegang.Sayang tidak semua muslimah waktu itu memiliki keteguhan seperti kakak saya dan bebarapa antri SPMAA masa itu.

Hingga pada puncaknya pada tahun 1988 kakak ipar saya dan bberapa santriwati SPMAA memberi dukungan penuh pada kasus jilbab di sekolah hingga ke meja hijauSeorang siswi di sebuah sekolah di surabay ,terancam drop out karena berhijab.Hingga akhirnya meja hiaju sebagai langkah akhir untuk kami memperjuangkan hak beragama dan bersekolah.Kami ikut hadir di setiap persidangan yang di gelaruntuk memberi dukungan sekaligus memperjuangkan agar hijab berkibar dengan merdeka di semua bangku sekolah.Swasta Atau negri.Tiada beda.Bagi kami ini harga mati yang tidak bisa di tawar.Karena firman Alloh harus di pertahankan hingga titik darah pengahabisan.

33 tahun sudah berlalu.Saat ini sedang rami munculnya SKB 3 mentri tentang peraturan seragam di sekolah.Masih simpang siur dan multi tafsir.Entah;ah…Kalaupun nasib jilbab di sekolah kembali terancam  pemakainnya,rasanya perjungan harus kembali di kibarkan.Apapun SKB yang yang sudah di tandatangi  jangan sampai nasib jilbab di sekolah menjadi terpenjara lagi.

Untuk putri-putriku…..jangn buka hijabmu hanya untuk berebut bangku sekolah sekolah dan selembar ijazah.Toh dosamu tdk akan di tanggung oleh ketiga mentri dan malaikat tidak pernah takut pada SKB yang sudah di tandatangi…

Bismillah..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *