Oleh : Glory Islamic
Salah satu keahlian Semar adalah kemampuan membedah secara tuntas siapa manusia itu sebenarnya. Semar mengingatkan kembali akan sebenarnya eksistensi manusia, strata manusia yang menempati posisi mulya, yang telah banyak dilupakan oleh insan. Dengan kesabaran yang agung, dia secara gradual menuntun manusia kepada hidup yang sejati (sejatining urip). Dengan telaten ia mengajarkan kepada manusia tentang sendi-sendi proses kehidupan manusia dengan berangkat dari pertanyaan “dari mana, akan kemana, untuk apa hidup ini?”.
Dia telusuri dengan lembut (Jawa : metani) satu persatu hal ihwal proses kehidupan manusia, prilaku manusia, korelasi kehidupan sebelum, saat dan sesudah di dunia ini bagi manusia, bagaimana sikap dan sifat manusia pada saat melewati fase-fase kehidupan itu. Disini dia dipersonifikasikan sebagai picek ngitung lintang, yang berarti dalam pandangan umum dia adalah “ummi” (bodoh) tapi sanggup menerangkan jati diri manusia yang tidak bisa di terangkan oleh manusia lain.
Adalah biasa jika ummat manusia cenderung lebih mengutamakan apa yang tampak di depannya dan wajar pula bila melupakan apa yang tak tampak mata (tersembunyi). Lapar di dunia langsung terasa sehingga sekaligus berusaha untuk memenuhi kebutuhan makanan, terhina di dunia langsung tampak mata sehingga secara spontanitas berusaha untuk menutupinya. Namun jika manusia lapar dan terhina masa akhirat yang belum tampak dan terasakan, maka wajar saja bila manusia mengabaikannya, tidak memikirkannya. Namun kewajaran itu adalah hanya bagi orang-orang yang tidak percaya akan adanya kehidupan akherat itu. Tapi bagi orang yang percaya akan kehidupan sesudah mati (akherat) adalah tidak wajar.
Fenomena semacam itu merupakan penyelewengan dari makna dan tujuan hidup dan itu perlu diluruskan. Karena itu Semar mangajak untuk menjadi manusia yang “Adoh Nalare, Ombo Jangkahe, Jembar Jagate”. Manusia yang mempunyai cara telaah dan cara pandang akan kehidupan yang jauh menembus batas waktu dan dimensi ruang, menjangkau hidup akherat. Insan yang hasil usahanya bukan untuk kekayaan pribadi, tetapi demi kepentingan sesama. Tidak segan berbagi dengan fakir, miskin, yatim piatu, ghorim, riqob, ibnu sabil, muallafatu quluubuhum, amil atau bangsa, agama, negara. Jiwa yang penuh kasih, memiliki kemampuan menahan amarah tatkala berontak, mengampuni bangsanya yang berbuat jahat kepadanya dengan pertimbangan tidak membahayakan ummat dan agama.
Oleh Semar kita juga diajak menghindari pemikiran sempit atau Jagate Sak Godong Kelor . Yaitu manusia yang memiliki jangkauan berpikir pendek. Manusia yang hasil usahanya untuk kepentingan pribadi dan hanya wawasan hidup di dunia belaka. Jerit kebutuhan ummat-agama-negara-dimasa dunia tidak mampu menggugah empati dan simpatinya. Iming-iming kebahagiaan surga samasekali tidak menarik perhatiannya, sedang maupun ancaman siksa akhirat tidak membuatnya sadar. Nilai baik dan buruk hanya diukur oleh materi dan sebatas duniawi saja.
Ketika manusia sudah tidak bisa lagi membedakan antara pertumbuhan hati yang baik dan yang buruk, sehingga lebih banyak menurutkan kata-kata hati yang mencelakakan diri, Semar berperan sebagai dewa Ruci, yang menerangkan dan menuntun manusia untuk berusaha menemukan “WOH GONG SUSOHE ANGIN, DAMAR PADHANG TANPO CENTHELAN”. Jika manusia telah menemukan sarangnya angin, maka akan segera tahu mana angin dan hembusan hati yang mengajak kejahatan yang berakhir kecelakaan dan mana angin hati yang ditiupkan oleh sang illahi – yang berupa positive thingking -yang mengajak kepada ketentraman, kemenangan hati dan kebahagiaan dunia akherat.
Demikian halnya jika manusia telah menemukan damar padhang tanpo centhelan (lampu penerang tanpa gantungan) disebabkan cahaya illahi yang masuk ke dalam hati insani maka akan segera mengetahui dosa-dosa dan kekurangan pribadi, mengobatinya dan mengonsep hidup baru yang sesuai dengan tuntunan Tuhan.
Mengetahui pula gerak-gerik musuh manusia (syetan) yang bekerja dalam hati manusia yang selalu berusaha menjatuhkan bangsa manusia dari derajat kemulyaan dan mencelakakan manusia di akherat nanti. Semar juga menganjurkan pemberontakan terhadap penjajah syetan yang menguasai hati manusia dan menjadikan manusia lupa Allah, lupa akherat dan tiada jiwa cinta kasih terhadap sesama. Namun karena syetan tidak begitu saja dengan mudah untuk menyerah terhadap pemberontakan manusia, maka Semar mengajarkan pula taktik dan strategi yang jitu guna menghadapinya.
Pendek kata, Semar dan ajarannya begitu esensial keberadaannya dalam kehidupan manusia. Predikat Semar sebagai semper ngideri jagat yang berarti dari kaca mata umum Semar adalah orang yang tak punya pengalaman, ketinggalan zaman. Namun pada sebenarnya dialah yang mampu menjelajah alam-alam yang belum terpikirkan oleh rasio manusia modern.
Dalam hal mulih asale wiji Semar memapah jiwa ringkih manusia untuk menemukenali kembali kepada asal kejadian manusia dan kelanjutan sejarah manusia. Penulis ingat pada sebuah bagan yang dikembangkan oleh guru penulis tentang kehidupan manusia yanb berjudul “AGAMA DAN SIFAT MANUSIA KEMBALI PADA ASLINYA”. Disitu beliau mencoba menggali kembali nilai-nilai manusia asli yang luhur yang kemudian setelah dicocokkan dengan kenyataan perilaku ummat, ternyata banyak terdapat kesenjangan. Di sana dipaparkan alam purwa, alam wadya, alam wasana itu dalam satu paket proses perjalanan kehidupan yang harus dimengerti dan diingat serta dipahami sebagai suatu kesatuan integral yang takkan terpisahkan. Yang mana manusia mau tak mau akan melewatinya. Untuk itu perlu persiapan yang matang dalam menghadapi alam-alam yamg belum dihadapi pada masa dunia ini. Bismillah.