Oleh : Glory Islamic
Apa yang terlintas dalam benak kita ketika mendengar kata “kalung”? Untaian manik-manik dari emas atau perak yang berbentuk lingkaran yang berujung di sebuah gantungan liontin. Sesuatu yang mudah dilihat dan disentuh karena biasanya selalu tergantung di leher. Bentuk dan bahan kalung bisa berbeda-beda tergantung sang perajin atau malah mengikuti selera sang pemilik yang memesannya. Umumnya berbentuk rantai yang melingkar dan berbahan logam mulia.
Berbeda dari kalung pada umumnya, kali ini penulis ingin mengajak sampean untuk membicarakan tentang sebentuk kalung yang lain. Jika kalung yang umumnya hanya dimiliki orang-orang tertentu yang menggemarinya, maka kalung ini dimiliki oleh semua orang. Jika biasanya kalung berbeda-beda bentuknya, kalung yang satu ini bentuknya sama untuk semua orang. Jika yang kita kenal kalung mudah dilihat dan disentuh tiap harinya, kalung yang satu ini sayangnya tidak mudah dilihat atau disentuh.
Dan setiap manusia telah Kami kalungkan (catatan) amal perbuatannya di lehernya. Dan pada hari kiamat Kami keluarkan baginya sebuah kitab dalam keadaan terbuka. Qs. 17:13
Begitulah dulur, ternyata setiap dari kita masing-masing memiliki sebuah kalung yang digantungkan di leher kita yang ‘liontin’-nya adalah sebuah kitab catatan amal kita. Layaknya sebuah cakram yang merekam semua gerak pikir, bibir dan polah lahir kita, kitab ini berisi semua catatan tentang kehidupan kita seutuhnya. Apa yang tertulis di sana adalah ragam tinta yang sesungguhnya kita torehkan sendiri warnanya semasa hidup, kilau mulia keemasan atau suram hina kehitaman.
Meski saat ini sudah terkalung di leher kita, sayangnya secara lahir tidak bisa kita lihat apalagi kita sentuh dan buka. Padahal di sanalah kita bisa menemukan potret yang paling jujur tentang bagaimana wajah kehidupan kita, indah bersinar memantulkan ridlo Yang Maha Kuasa atau bopeng hitam penuh kesalahan dan dosa. Tiap pikiran yang terbersit, huruf dan kata yang terucap serta tindakan yang kita lakukan, detil sekali tercatat rapi dan lengkap.
Kita baru bisa melihat dan menyentuhnya saat kalung itu dilepas dari leher kita dan kitab itu diserahterimakan pada kita. Momen serah terima itu nanti saat hari pengadilan tiba. Hari di mana setiap jiwa dimintai pertanggunganjawab atas semua perbuatannya semasa hidup di dunia. Saat di mana setiap pribadi maju satu persatu ke hadapan Sang Hakim Yang Maha Adil untuk ditanya detil tentang isi kitab yang selama hidup tergantung di lehernya. Ketika itu dikatakan pada setiap dari kita:
“Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada hari ini sebagai penghitung atas dirimu”, qs. 17:14
Rasa keadilan benar-benar diberikan saat kita sendiri yang membaca, meneliti dan kemudian mengakui semua perbuatan kita. Samasekali tidak akan ada bantahan dari kita tentang isi catatan yang ada dalam kitab itu. Berbohong, bersilat lidah dan memutarbalikkan fakta adalah pekerjaan kotor yang biasanya dilakukan mulut manusia. Saat itu mulut manusia dikunci. Tangan kitalah yang berbicara akan perbuatan, kaki kitalah yang bersaksi atas langkah hidup kita. Semua apa adanya.
Sedihnya dulur, saat itu banyak orang yang kaget melihat catatan amalnya. Banyak jiwa yang sangat terkejut betapa catatan buruk di sisi kiri kitabnya jauh lebih banyak daripada catatan baik di sisi kanan bukunya. Sayangnya pula, kaget dan sesal yang muncul di saat yang tidak tepat. Kala mana penyesalan dan kesadaran tidak berguna lagi, saat mana perbaikan tidak dimungkinkan lagi dan tobat tidak lagi diterima. Walau kita sendiri yang membacanya, tapi samasekali tidak bisa merubahnya.
Saat membaca catatan di sisi kiri ternyata banyak tinta hitam yang tertulis, mungkin kita ingin menghilangkannya, sayang saat itu sudah menjadi tinta mati yang tidak bisa dihapus. Pun demikian saat bacaan kita sampai pada catatan di sisi kanan kitab dan hanya beberapa huruf kebaikan yang kita dapati, mungkin kita ingin menambahkan sebanyak mungkin, sayang tidak tersedia lagi pena yang bisa kita pakai menorehkan catatan kebaikan.
Barangsiapa berbuat sesuai petunjuk (Allah), maka sesungguhnya itu untuk keselamatan dirinya sendiri dan barangsiapa tersesat maka sesungguhnya (kerugian) itu bagi dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, tetapi Kami tidak akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang rasul. Qs. 17:15
Kenapa semua perubahan di hari kiamat tidak diperkenankan lagi? Karena sesungguhnya apa yang tercatat dalam kita itu kita sendiri yang menuliskannya semasa hidup di dunia. Ketika kita mengikuti petunjuk Allah meskipun pahit rasanya, maka sebenarnya kita sedang menulis sebanyak mungkin catatan kebaikan di sebelah kanan kitab kita. Demikian pula ketika kita memilih jalan hidup yang mudah sesuai nafsu kita, maka yang sedang kita tulis adalah tinta hitam di sebelah kiri buku kita.
Selain itu, saat hidup di dunia kita sudah dijelaskan dengan gamblang akan mekanisme ini. Para utusan Allah dengan gigih memberikan peringatan dini akan seluk beluk kitab yang terkalung di leher kita. Jika kemudian manusia tidak menggubrisnya dan lebih memilih konsentrasi pada urusan duniawinya, maka jangan lagi menuntut kesempatan kedua ketika di akhirat menemukan catatan yang lebih banyak buruknya. Kerugian akibat abai terhadap peringatan rasul.
Dulurku pembaca yang budiman, sekaranglah kita bisa melalukan perbaikan. Jika benar kita ingin melihat bagaimana warna tinta buku kita, cobalah untuk membukanya sekarang. Tentu bukan dengan meraba dada dan leher lahir ini. Lihatlah dan rabalah ke belakang waktu-waktu selama umur kita, seluruh langkah dan perbuatan kita, lalu pakai kitab suci untuk menjadi standar penilaian, kemudian bandingkan dengan hati suci dan pikiran jujur. Catatan mana yang lebih banyak, kiri atau kanan?
Untungnya sampean membaca tulisan ini sekarang. Saat kematian belum datang. Kala tinta catatan di sebelah kiri masih basah dan dimungkinkan untuk dihapus. Momen di mana pena kebaikan masih tersedia untuk dipergunakan memperbanyak catatan di sebelah kanan. Mari ‘raba’ kalung kita dan bukalah liontin buku kita. Gosoklah tinta dosa kepada Allah dengan memperbanyak istighfar, hapus catatan buruk pada sesama dengan minta maaf dan memaafkan. Lalu kebutlah menuliskan catatan kebaikan di sebelah kanan dengan berlomba sepenuh waktu dan sumber daya beramal dan bersedekah sampai ajal tiba. Rabalah kalungmu, bukalah liontin buku, ubahlah catatan hidupmu. Bismillah