Oleh : Glory Islamic
Dikisahkan bagaimana damainya suasana surgawi dahulu. Adam sebagai manusia pertama penghuni surga, awalnya kesepian meski tiada terkira indahnya. Sampai akhirnya kehadiran Hawa memberikan suasana berbeda. Terlebih kemurahan Allah melimpah tersedia buat mereka, apa saja ada, apa saja boleh. Satu-satunya larangan hanyalah mendekati satu tanaman, pohon khuldi.
Hanya satu hal yang mengurangi sempurnanya kedamaian itu, setan dengan dendam kesumatnya. Kehadiran Adam membuat mereka dikutuk dan diusir Allah dari surga. Padahal, mereka sudah menghuni surga puluhan ribu tahun sebelum Adam diciptakan Di hadapan Allah mereka bersumpah akan membalas dendam.
Setan melihat larangan Allah kepada Adam agar tidak mendekati pohon khuldi, sebagai kesempatan untuk mulai membalas dendam. Didekati dan dibujuknya Adam agar mau melanggar larangan tersebut. Lalu didekatilah Hawa dengan bisikan: “Ketahuilah sesungguhnya Allah melarang kamu dari mendekati dan memakan pohon itu agar kamu tidak bisa abadi di surga. Karenanya jika kamu ingin abadi, makanlah”. Dan Hawa termakan rayuan.
Hawapun mendekati Adam dan merajuk agar diizinkan memakan buah khuldi. Adam yang awalnya istiqomah mematuhi larangan Allah-pun kini tak kuasa menolak dan larut dalam bujukan sang istri. Kesucian surga untuk pertama kali dinodai.
Adam dan Hawa pun memakan buah terlarang itu. Tiba-tiba terlepaslah pakaian yang menutupi aurat mereka. Barulah mereka tersadar sedang berada dalam kesesatan. Rasa sesal merayapi jiwa dan tangispun pecah. Sambil memunguti daun-daun surga untuk menutupi auratnya. Allahpun murka dan menyuruh mereka pergi dari surga sebagai hukuman melanggar larangan. Sambil melangkah keluar dari surga mereka meratapi berdoa: Ya Tuhan kami, kami berdua telah dholim, jika Engkau tidak mengampuni dan mengasihi kami, tentu kami termasuk orang-orang yang merugi”.
Ya, karena buah khuldi pasangan surgawi itu turun dari derajat kemuliaannya. Lalu apa sesungguhnya buah khuldi itu. Seperti apa bentuk dan rasa dari pohon dan buah terlarang itu. Tidak banyak kitab memberikan referensi mengenai hal itu. Namun saya yakin, seperti halnya segala pernik surga, pohon khuldi bukanlah pohon seperti yang kita kenal di dunia ini. Dia adalah sejenis simbol atas sebuah larangan. Bahwa di dalam semua kebebasan pasti ada batasan. Orang Jawa bilang pohon itu wit, dalam bahasa Belanda aturan itu wet.
Bila kita cermati, kalimat “khuldi” terdiri dari tiga huruf kho’ lam dan dal. Sama dengan kalimat “kholada” yang juga terdiri dari tiga huruf kho’ lam dan dal yang memiliki arti abadi. Keinginan untuk abadi pula yang membuat Adam dan Hawa memakan buah tersebut. Ini membuktikan bahwa sejak nenek moyangnya jika manusia melanggar larangan Tuhan, yang didapat hanyalah ilusi dan fatamorgana.
Logika keabadian dalam buah khuldi yang terbukti berhasil menipu Adam Hawa ternyata terus dipertahankan setan sebagai senjata mengalahkan manusia sampai hari ini. Hebatnya, setan memodifikasi filosofi buah khuldi ke dalam bentuk harta benda dan kesenangan duniawi. Allah telah melarang manusia untuk bermegah-megahan dalam kemewahan dan kesenangan duniawi, karena itu akan melupakan dari Allah (qs. 102: 1-8). Tapi malah manusia memburunya karena berpikir seolah-olah akan hidup selamanya.
Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela. Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya. Dia (manusia) mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak! Pasti dia akan dilemparkan ke dalam (neraka) Hutamah. Dan tahukah kamu apakah (neraka) Hutamah itu? (Yaitu) api (azab) Allah yang dinyalakan. Yang (membakar) sampai ke hati. Sungguh api itu ditutup rapat atas (diri) mereka. (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang. Qs. 104:1-9.
Pada ayat ketiga di atas disebut yahsabu anna maalahu akhlada. Kalimat terakhir pada ayat ini adalah akhlada dari kata kholada yang berarti abadi. Manusia mengira bahwa dengan memiliki harta banyak hidupnya akan bahagia dan abadi atau setidaknya berumur panjang. Padahal anggapan itu hanyalah ilusi yang ditiupkan setan, fatamorgana yang dilukiskan setan, yang samasekali menipu. Ilusi dan fatamorgana yang telah berhasil menipu nenek moyang kita Adam dan Hawa.
Toh demikian masih ada dan bahkan makin banyak saja manusia yang termakan tipu daya setan melalui logika buah khuldi. Bukannya menahan diri dan menjaga diri dari ambisi kemewahan dan kemegahan dunia, tapi malah berburu “buah khuldi” yang berbentuk harta dan materi duniawi tersebut.
Seolah-olah dengan harta yang berlimpah manusia akan damai, kenyataannya justru semakin sibuk dan tak sempat istirahat mengurusi hartanya. Ideal yang diilusikan setan bahwa dengan banyak harta akan semakin tenang beribadah ternyata banyak bukti berbicara sebaliknya. Semakin kikir, berat berinfak dan meremehkan kaum miskin. Manusia tidak mampu mengambil pelajaran dari apa yang sudah disesali oleh nenek moyangnya, Adam dan Hawa.
Buah khuldi di surga yang dilarang Tuhan telah menjelma menjadi buah khuldi di dunia dalam bentuk kemewahan dunia yang melenakan. Akhiri tangis nenek moyang kita Adam dengan berhati-hati terhadap jebakan buah khuldi duniawi. Mari mematuhi rambu-rambu Ilahi agar kembali menjadi penghuni surga yang abadi. Bismillah.