Seorang ibu nampak malu dan ragu ketika mengisi formulir pendaftaran sekolah.
Pekerjaan orang tua ini harus diisi bu?. Tanyanya dengan sopan.
Iya bu, Jawanb petugas dengan lembut.
Saya malu bu nulisnya, sahut ibu itu lebih lanjut.
Kenapa bu?, Tanya petugas dengan hati-hati.
Suami saya cuma penjual cilok keliling bu, Jawab ibu itu pelan sambil menunduk, Dalam kesempatan yang lain seorang kerabat curhat pada saya. Tentang dirinya yang selalu absen dalam acara pertemuan keluarga besarnya.
“Minder dan malu saya, karena saya dan suami cuma tani, orang desa pula. Tidak seperti kerabat-kerabat lain, yang pekerjaanya lebih mentereng dan bergengsi”. Ungkapnya sambil matanya memandang keluar.
Dulur…. Pekerjaan apapun yang sedang kita emban, asalkan itu halal maka itu adalah terhormat. Rubahlah pola pikir kita bahwa hanya pekerjaan yang berdasi, bersepatu, berseragam atau di kantor saja yang terhormat.
Juga berhentilah kita memnadang “miring” bagi mereka yang tidak bersepatu, tidak berdasi, tidak berseragam dan tidak pergi ke kantor dalam mencari karunia rizki Illahi.
Rizki Alloh itu luas. Kalau gaji tentu konotasinya hanya seputar nominal materi. Tapi rizki Alloh lebih luas dari gaji. Bahkan tak terbeli. Mungkin tidak semua orang menerima gaji, Tapi semua orang pasti dapat jatah rizki. Rizki berupa kesehatan, berupa keluarga yang sakinah mawadah wa rohmah, berupa iman, berupa aman dan lain sebagainya. Masih banyak lagi.
Apaun pekerjaan kita, toh yang kita makan tetaplah sama. Cuma sepiring nasi. Baju yang kita pakaipun hanya satu stel. Esensi tempat tinggal kita juga sama. Cukup tidak kepanasan dan kehujanan.
Karena sejatinya biaya hidup itu murah, gaya hiduplah yang membuatnya jadi mahal.
Lebih lanjut, jika kita hadapkan pada pandangan dan kacamata Allah. Maka semua dihadapanNYA adalah sama kecuali takwa yang jadi pembeda.