Oleh: Basyirun Adhim
Di beberapa perjalanan yang saya Ikhtiarkan, ketemu perahu itu sesuatu. Sebab narasi Al-Qur’an memiliki catatan kesejarahan dan pelajaran keilmuan soal ini.
Bagi pelajaran muslim, tentu tahu cerita Bahtera Nabi Nuh, drama kapal Nabi Yunus, perahu ilmu Nabi Khidir Tempat kuliahnya Nabi MusaMusa dan ayat-ayat gugat bertema piranti transportasi air ini.
Saya sebagai warga nusantara sering memirsa peta wilayah Indonesia yang bila ditarik garis imaginer melingkati kepulauannya, relatif menyaru mirip perahu atau kapal berlayar besar.
Disini chemistry saya jika bertemu perahu begitu menggebu. Saya merasa seperti bersua keluarga Pertiwi lalu diajak isra’ dan ngelmu nyimak iqra’.
Tetiba saya melihat hikayat Perahu kapal itu berlayar mengarungi perairan yang besar berlohjinawi kemaritiman.
Sayangnya perahu kayu itu tanpa nahkoda, entah kecebur atau mbelarang ngawur. Sementara cuaca mengamuk buruk dan gelombang datang berkelindan badai hujan.
Penumpangnya kepanikan terpola kegawat daruratan, beradu tubruk dan berlaku amuk.
Narasi seni lagu perahu mengantarkan ingatan saya Pada kritikan Cak Nun yang diaransemen rancak perkusi enak oleh Cak Franky dalam bait lirik Perahu Retak.
“Tanah pertiwi anugrah Ilahi | jangan ambil sendiri | tanah pertiwi anugrah Ilahi |jangan makan sendiri..”|
Bagaimana akhirnya cerita perahu kapal itu? Saya Cuma bisa berdo’a semoga tidak ada penumpang yang tenggelam karena egonya seperti kisah Nabi Nuh.
Jangan sampai juga ada warga bahtera yang dilempar keluar seperti Nabi Yunus, meski hanya untuk pelajaran keinsyafan.
Semoga tidak ada nanti perahu atau kapal dibocori dan ditenggelamkan untuk misi penyelamatan, menggunakan kearifan pola pikir cara Khidir.