Oleh : Glory Islamic
Dulu, semasa kecil saya sering dapat cerita dari guru ngaji di surau-surau desa tentang sebuah jembatan yang terbuat dari seutas rambut yang dibelah menjadi tujuh. Jembatan itu melintang di atas jurang neraka dan terdapat api yang menyala dari dasar jurang. Lidah dan panas apinya menjilat-jilat sampai ke atas jembatan, membuat siapapun yang berusaha menapakinya akan merasakan kengerian luar biasa. Konon setiap manusia yang ingin menuju surga harus meniti jembatan tersebut.
Wujud seutas rambut sudah pasti sangat kecil, lebih-lebih bila dibelah jadi tujuh. Jangankan menitinya sebagai jembatan, untuk melihatnya saja perlu usaha ekstra. Selain karena teramat kecil, tingkat kesulitan meniti jembatan itu diperberat dengan kondisi seutas rambut yang licin dan tajam. Nyaris mustahil bisa berjalan di atasnya, apalagi sampai di ujung jembatan. Mungkin hanya bagi mereka yang memiliki level keahlian dan kesaktian tertinggi yang mampu berjalan manapakinya sampai tujuan.
Jembatan itu adalah titian shirothol mustaqim. Ya. Personifikasi jembatan yang terbuat dari seutas rambut terbelah tujuh itu gambaran betapa beratnya medan shirothol mustaqim. Jalan yang semestinya ditempuh oleh manusia dalam perjalanan manusia menuju kampung halamannya, akhirat. Opsi rute terberat di antara rute lain yang seharusnya dipilih manusia selama menjalani hidup di dunia ini. Pilihan dengan medan tersulit namun menjanjikan garis finis terindah, termulia dan nilai tertinggi, yakni surga.
Arti shirothol mustaqim adalah jalan yang lurus. Toh demikian, bukan berarti shirothol mustaqim itu bentuknya lurus, lempeng sepanjang jalan. Kondisi shirothol mustaqim sejatinya berbelok-belok, menanjak tinggi, tiba-tiba menelusuri turunan curam, menikung tajam, atau kadang sementara berbalik arah untuk menghindari halang rintang dan cegatan penjahat. Saat tertentu melaju kencang lurus ke depan, namun di waktu lain mundur ke belakang atau bahkan sesaat berhenti.
Dinamika persoalan yang dihadapi manusia dalam kehidupannya, membuat aturan agama yang harus diikuti manusia begitu rinci, teratur, detil dan sangat beragam. Itulah lika-liku shirothol mustaqim. Nyaris seluruh gerak hati, pikiran, ucapan dan tindakan manusia diatur lengkap di dalam buku panduan suci shirothol mustaqim, yakni al quran dan al hadist. Ada ribuan ayat yang berisi perintah dan larangan, ada puluhan ribu butir hadist yang berisi tuntunan praktis bagaimana dulu para nabi kita menjalaninya.
Lalu apa yang membuat semua itu terasa berat? Pertama, psikis dan nafsu manusia umumnya lebih gampang nyetel dengan apa yang gampang, enak dan tanpa halangan apapun. Hidup bebas tanpa ada batasan, lepas tanpa ikatan. Hidup individualis berdasarkan kepentingan masing-masing, keinginan dan kebutuhan sendiri-sendiri tanpa harus peduli dengan kepentingan dan kebutuhan orang lain. Tentu semua itu bertentangan total dengan aturan detil, ketat dan tegas jalan shirothol mustaqim.
Kedua, jalan menuju kampung surga memang berat. Itulah kenapa aturan yang dituliskan Allah dalam surat-Nya kepada manusia dibuat sedemikian rinci, tegas dan konsisten agar manusia bisa melewatinya dengan sukses. Bagaimana manusia berpikir, berkata dan bertindak semua diatur tegas sedetil-detilnya. Aturan shirothol mustaqim juga menuntut siapapun yang ingin mencapai surga untuk benar-benar konsisten atau istiqomah, tidak berpaling atau berpindah jalur lain, apalagi jalur yang sesuai nafsu.
Manusia tidak boleh membantah sedikitpun terhadap segenap aturan Tuhan itu, bagaimanapun bertentangan dengan nafsu. Contoh, awalnya diperintah sholat menghadap baitul maqdis, setelah sepuluh tahun tiba-tiba diperintah berbalik arah tajam menghadap masjidil haram. Awalnya dilarang ziarah kubur, lalu diperbolehkan. Sebelumnya nikah mut’ah diberi lampu hijau halal, setelah beberapa masa lampu merah menyala, distop dan diharamkan. Dulunya miras boleh, akhirnya diharamkan.
Cara memakai baju harus tangan kanan, melepas tangan kiri. Demikian pula dengan perangkat busana lainnya, sepatu sandal, celana, kaus kaki, mulai dari kanan kemudian kiri. Masuk rumah kaki kanan, keluar kaki kiri. Sebaliknya masuk toilet kaki kiri keluar kaki kanan. Makan dan minum kudu sambil duduk dan mesti menggunakan tangan kanan. Meludah sebaiknya ke kiri, menguap mulut ditutup dengan tangan, dan seterusnya. Persoalan ekonomi, sosial, lingkungan hidup, perang, pendidikan semua sudah ada aturan bakunya. Itulah yang membuat manusia merasa seolah terkekang dan terpenjara.
Ketiga, di sepanjang perjalanan itu banyak rompak, begal, penyamun yang berusaha menggagalkan usaha manusia mencapai akhir kampung surga. Rompak itu adalah setan, jin dan iblis. Mereka hidup sampai kiamat nanti hanya untuk mengganggu dan menggoda manusia agar tergelincir dari shirothol mustaqim. Mereka menghembuskan ketakutan, kekhawatiran, ketidaknyamanan di hati manusia. Mereka juga memberikan iming-iming jalan hidup yang lebih mudah dan nyaman.
Keempat, selain rompak berupa setan, shirothol mustaqim juga diwarnai banyaknya perempatan, pertigaan dan persimpangan jalan palsu yang sengaja dipasang setan. Rute palsu yang jika diikuti bisa menyesatkan manusia ke tujuan akhir yang salah, yakni kampung neraka. Bahayanya, rute ini sangat sesuai dengan keinginan nafsu manusia. Yaitu rute-rute yang mudah, nyaman, enak dan tidak banyak aturan. Banyak saudara manusia yang akhirnya tertipu, tergoda memilih rute palsu di persimpangan.
Saking beratnya shirothol mustaqim sehingga Allah memerintahkan kita selalu meminta petunjuk-Nya. Jika kita cermat, setidaknya 17 kali kita minta petunjuk itu dalam sehari. Dalam sholat lima waktu, di tiap rakaat kita mengucapkan ihdinash shirothol mustaqim-Ya Allah, tunjukilah kami jalan-Mu yang lurus. Mau ke mana kok minta petunjuk jalan? Mau ke kampung akhirat surga. Kenapa sampai harus harus berkali-kali minta petunjuk? Karena kalau tanpa petunjuk tidak mungkin berhasil. Ini bukan sekedar petunjuk sekali, tapi bimbingan terus-menerus sepanjang perjalanan hidup.
Sayangnya manusia mengucapkan itu hanya sebatas bibir dan adat kebiasaan. Buktinya, berulangkali minta petunjuk shirothol mustaqim dalam sholatnya. Berulangkali pula mereka telah menerima petunjuk itu lewat ayat quran melalui taushiah agama. Toh petunjuk itu dibiarkan berlalu begitu saja, tanpa diamalkan. Basa-basi. Dulurku, shirothol mustaqim itu bukan nanti di akhirat. Pilihan untuk meniti jembatan seutas rambut terbelah tujuh itu sesungguhnya tersaji sekarang. Apa yang terjadi di akhirat nanti, tergelincir atau sukses sampai tujuan akhir, itu hanyalah replay dari apa yang kita lakukan sekarang. Pilih shirothol mustaqim, saling berpegangan, dan selalulah minta bimbingan Allah. Bismillah.
Shirthol lladzina an’amta alaihim, para nabi para rasul para syuhada
Tujuh kali minta jalan lurus
Mau kemana
Sudah dibertahu kok nggak mau pakai