Oleh: Glory Islamic
Pembaca setia, di antara sekian banyak penyakit yang ada dalam jiwa manusia, penyakit nifaq-lah yang paling banyak menerpa. Sangat sulit dideteksi, mudah menjangkit dan gampang sekali menular dari orang ke orang. Berikut beberapa tipe munafiq menurut al Quran.
Perumpamaan mereka seperti orang-orang yang menyalakan api, setelah menerangi sekelilingnya, Allah melenyapkan cahaya (yang menerangi) mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Qs. 2:17
Coba lihat orang yang menyalakan tungku atau api unggun. Perhatikan seksama, saat api ditiup, bara yang semula redup, kembali menyalakan api. Sayangnya, api itu menyala hanya sebentar. Sebab begitu sang peniup pergi, api itu redup kembali. Ada lagi peniup lain datang untuk menyalakan api. Berhasil. Tapi, proses yang sama terulang. Nyala api itu hanya berkobar sebentar, saat angin peniup masih ada. Ketika angin tiupan tidak ada, bara api redup dan mati lagi. Begitu seterusnya.
Lalu coba rasakan pengalaman yang selama ini sampean miliki terkait kegiatan taushiah atau pengajian. Ingat dengan jujur, apa yang sampean alami sewaktu pemberi ceramah meniupkan semangat ibadah. Iman sampean menyala bukan? Iya. Namun, apa yang sampean rasakan sewaktu tiba di rumah, atau bahkan ketika masih di perjalanan bertemu dengan teman dan urusan lain? Semangat tadi masih ada atau mulai redup? Iman tadi masih menyala seperti saat di pengajian atau perlahan mati kembali?
Kita sering merasa seolah-olah ada energi ekstra ketika mendengar penceramah mengobarkan semangat kebaikan. Seolah-olah ada gairah untuk mengamalkan perintah Tuhan. Anehnya, begitu kita kembali ke komunitas kita, rumah kita, pekerjaan kita, gairah tadi tiba-tiba lenyap tak berbekas. Kalaupun masih ada, nyala imannya tidak cukup untuk mendorong mesin kebaikan itu berjalan. Walhasil, taushiah tidak memberi efek positif apapun pada perubahan prilaku manusia.
Hampir saja kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali (kilat itu) menyinari, mereka berjalan di bawah (sinar) itu, dan apabila gelap menerpa mereka, mereka berhenti. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya Dia hilangkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Qs. 2:20
Bayangkan sampean berjalan dalam keadaan gelap gulita. Sampean berjalan hanya menurut perkiraan dan mengandalkan instink saja. Dalam kondisi tersebut, tiba-tiba ada kilat menyinari. Untuk beberapa saat, jalan tampak, arahpun jelas. Sayangnya sinar kilat hadir untuk beberapa detik saja. Begitu sinar kilat pergi, gelap kembali menyelimuti. Arah jalan samar kembali, berjalan hanya mengandalkan perkiraan dan rabaan hati. Resiko tersesat semakin tinggi membayangi.
Perumpamaan di atas menyindir kebiasaan buruk manusia berkaitan dengan reaksinya terhadap cahaya kebenaran. Tanpa petunjuk Allah, manusia menjalani hidupnya dalam kegelapan. Quran adalah cahaya. Ketika taushiah disampaikan, bagi sebagian orang dirasakan seperti kilat yang menyinari. Hidup ini seperti mendapat pencerahan. Arah hidup tampak terang. Beda antara baik dan buruk terlihat jelas. Sayang, itu hanya terjadi sesaat, hanya saat hadir di forum pengajian. Begitu sinar kilat taushiah usai, suasana hati kembali gelap. Arah hidup kembali samar. Ukuran baik buruk berdasar rabaan dan kira-kira.
Allah memberikan satu lagi tamsil yang bisa kita pakai untuk men-scan kondisi hati dan keimanan. Jenis orang yang lebih keras dari kedua jenis sebelumnya, seperti tertuang pada firman-Nya berikut.
Atau seperti (orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit, yang disertai kegelapan, petir dan kilat. Mereka menyumbat telinga dengan jari-jarinya, (menghindari) suara petir itu karena takut mati. Allah meliputi orang-orang kafir. Qs. 2:19
Diibaratkan seseorang yang sedang berada di tengah lapang, di bawah hujan lebat. Saat ada kilat menyambar disertai petir menggelegar, spontan dia mencoba menghindari sambaran petir lalu mengangkat tangan, menggunakan jari-jarinya untuk menutupi telinganya. Dia lakukan itu karena takut mati dan mengira petir itu sengaja mengincar dan menyambar dirinya. Padahal demikianlah sifat petir, tidak ada yang sengaja mengincar dia seorang.
Dulurku, ada dua fungsi ayat-ayat al Quran bagi pribadi manusia, yakni basyiron atau kabar gembira dan nadhiiron atau peringatan. Seringkali, tatkala ayat-ayat yang bermuatan nadhiroon disampaikan, banyak yang mengira itu sengaja menyinggung dirinya. Seperti reaksi pada petir tadi, sebagian mereka kemudian menutup telinga, tidak mau mendengar. Mereka menghindar, menutup diri dari peringatan serta mencari-cari alasan pembenar atas prilakunya yang tersorot kilat cahaya al Quran.
Padahal sudah demikian itu sifat al Quran. Ketika ayat-ayat disampaikan tidak ada maksud untuk menyinggung atau mengincar orang per orang secara individu. Al Quran hadir memang berfungsi sebagai lampu senter untuk menyinari kegelapan tempat penyamun setan bersembunyi di hati manusia. Ayat-ayat al Quran adalah kilatan laser canggih yang bisa mendeteksi kekurangan dan dosa manusia. Kita sebaiknya justru memakai kilat ayat itu untuk melakukan kemoterapi kanker dosa.
Kebiasaan manusia yang enggan menerima peringatan, melahirkan sikap pilih-pilih dalam mengaji. Ayat-ayat yang cocok dengan nafsunya dan menyenangkan hati dijadikan pembenar prilakunya. Sedangkan ayat-ayat yang menyoroti kekurangan dan dosanya, diabaikan, dipinggirkan dan disembunyikan. Penceramah yang mengusung ajaran agama yang enteng-enteng, lucu, bikin ger-geran, laris manis. Pendakwah yang mendidik umatnya secara lengkap, basyiron wa nadhiiron dijauhi dan dipandang sinis.
Bila sikap-sikap di atas berlanjut dan tidak segera diperbaiki, khawatirnya jiwa manusia semakin lama akan semakin bebal. Allah berfirman, mereka tuli, bisu dan buta, sehingga mereka tidak dapat kembali. Qs. 2:18. Tuli, punya telinga tapi tidak mau mendengar kebenaran. Buta, punya mata tapi tidak mampu melihat bukti kebenaran. Bisu, tahu kebenaran tapi tidak mau menyampaikannya karena alasan-alasan duniawi. Menyembunyikan kebenaran demi ketenaran dan ekonomi. Na’udzubillahi min dzalik. Dulurku, nyalakan cahaya iman, bukan untuk sesingkat kilat, tapi sampai akhir hayat. Bismillah