CNN. Sebuah objek asing dari luar angkasa meledak tepat di atas Papua Nugini pada 9 Januari 2014. Objek tersebut kini dikenal dengan objek antarbintang pertama yang terdeteksi masuk ke tata surya ini.
Komando Luar Angkasa Amerika Serikat (USSC) melaporkan bola api yang berkobar di langit Papua Nugini pada tahun 2014 sebenarnya adalah objek yang bergerak cepat dari sistem bintang lain. Objek tersebut adalah sebuah meteorit kecil berukuran sekitar 0,45 meter.
Benda tersebut menghantam atmosfer bumi setelah melakukan perjalanan melalui ruang angkasa dengan kecepatan lebih dari 130.000 mph (210.000 km/jam).
Menurut studi tentang objek yang diterbitkan dalam database arXiv 2019, kecepatan itu disebut jauh melebihi rata-rata kecepatan meteor yang mengorbit di dalam tata surya.
Studi itu berpendapat bahwa kecepatan meteor kecil, bersama dengan lintasan orbitnya, membuktikan dengan kepastian 99 persen bahwa objek itu berasal jauh di luar tata surya kita. “Mungkin dari bagian dalam sistem planet atau bintang di cakram galaksi Bima Sakti,” tulis para penulis dilansir Live Science.
Meskipun demikian, makalah tim tidak pernah ditinjau sejawat atau diterbitkan dalam jurnal ilmiah, karena beberapa data masih memerlukan verifikasi dan dikalkulasikan klasifikasinya oleh pemerintah AS.
Kini, para ilmuwan USSC telah secara resmi mengkonfirmasi temuan tim tersebut. Dalam memo tertanggal 1 Maret dan dibagikan di Twitter pada 6 April, Letnan Jenderal John E. Shaw, wakil komandan USSC menganalisis bahwa bola api yang meledak di atas langit Papua Nugini cukup akurat untuk dikonfirmasi sebagai objek antarbintang yang melintas.
Konfirmasi ini secara surut menjadikan meteor 2014 sebagai objek antarbintang pertama yang pernah terdeteksi di tata surya kita.
Objek itu dideteksi mendahului penemuan Oumuamua, yakni objek berbentuk cerutu yang tidak begitu terkenal bergerak jauh dengan cepat di tata surya. Tidak seperti meteor di 2014, Oumuamua menurut NASA terdeteksi jauh dari Bumi dan sudah melesat keluar dari tata surya.
Amir Siraj, astrofisikawan teoretis di Universitas Harvard dan penulis utama makalah 2019, mengatakan kepada Vice bahwa dia masih berniat untuk menerbitkan studi asli, sehingga komunitas ilmiah dapat melanjutkan penelitian yang ia dan rekannya tinggalkan.
Pasalnya, meteorit itu tersulut di atas Samudra Pasifik Selatan dan ada kemungkinan pecahan benda itu mendarat di air dan kemungkinan jatuh ke dasar laut.
Namun demikian, menemukan sisa-sisa puing antarbintang mungkin menjadi tugas yang hampir mustahil. Siraj mengatakan pihaknya sudah berkonsultasi dengan para ahli tentang kemungkinan melakukan ekspedisi itu.
“Kemungkinan untuk mendapatkan potongan pertama materi antarbintang cukup menarik untuk diperiksa dengan sangat teliti dan berbicara dengan semua pakar dunia tentang ekspedisi laut untuk menemukan meteorit,” kata Siraj.