CNN. Krisis energi yang dialami Eropa semakin parah karena Rusia kian membatasi ekspor gas alam cair mereka.
Kondisi ini membuat pemerintah di zona Eropa menghabiskan miliaran euro untuk melindungi bisnis dan konsumen dari lonjakan tagihan.
Mengutip CNN Business, Selasa (6/9), harga gas alam patokan Eropa lompat 28 persen mencapai US$274 per megawatt hour.
Gazprom, raksasa energi Rusia diketahui menghentikan aliran pipa di Nord Stream 1 tanpa batas waktu dikarenakan kebocoran minyak dalam sebuah turbin.
Tahun lalu, Gazprom mengalirkan 35 persen dari total impor Eropa terhadap gas Rusia. Namun, sejak Juni lalu, Gazprom memangkas ekspornya menjadi hanya 20 persen dengan alasan pemeliharaan dan perselisihan akibat sanksi negara Barat imbas invasi militer terhadap Ukraina.
Keputusan Rusia untuk tidak membuka kembali pipa mereka memicu kekhawatiran bahwa Uni Eropa bisa kekurangan gas menghadapi musim dingin ini, meskipun upayanya mengisi tangki penyimpanan boleh dibilang berhasil.
Kekhawatiran serupa dirasakan oleh Inggris yang mencatat harga gas alam berjangka naik lebih dari sepertiga harga sebelumnya.
Bahkan, kabar penutupan pipa tersebut mengakibatkan mata uang euro tenggelam hingga ke bawah US$0,99 pada Senin (5/9) kemarin. Nilai tukar euro mencapai titik terendahnya dalam 20 tahun terakhir.
Poundsterling pun demikian hanya diperdagangkan US$1,14 atau terendah sejak 1985 silam karena kekhawatiran pedagang terhadap imbas kekurangan energi, yang mempengaruhi kegiatan ekonomi regional dan menggerogoti anggaran pemerintah.
Walhasil, beberapa negara pun bersiap menghabiskan banyak anggaran untuk mengurangi tekanan dari lonjakan harga gas dan krisis energi.
Jerman, misalnya, mengumumkan paket bantuan US$64 miliar untuk membantu rumah tangga dan perusahaan mengatasi lonjakan inflasi. Jerman, ekonomi terbesar di Eropa, sangat bergantung pada ekspor gas Rusia untuk menggerakkan rumah dan industri beratnya.
Kepala Ekonom di Berenberg Holger Schmieding mengatakan total dukungan Pemerintah Jerman terhadap ekonomi negaranya menjadi US$94 miliar atau setara 2,5 persen dari PDB Jerman.
Sementara, Liz Truss yang akan menggantikan Boris Johnson sebagai Perdana Menteri Inggris mengumumkan akan menyalurkan lebih banyak bantuan untuk rumah tangga dan perusahaan.
Truss mempertimbangkan paket bantuan 100 miliar poundsterling atau setara US$115 miliar untuk membantu mengurangi tekanan biaya hidup yang meningkat, termasuk membayar tagihan energi rumah tangga dan pelaku usaha.