CNN. Uji coba eksperimen ilmiah kerap menggunakan hewan sebagai objek uji coba, dan tikus menjadi salah satu hewan andalan. Kenapa hewan pengerat itu yang kerap dipilih sebagai ‘tumbal’?
Para ilmuwan mengandalkan tikus sebagai tumbal uji coba karena beberapa alasan, salah satunya adalah kenyamanan. Hewan pengerat berukuran kecil mudah ditempatkan dan dipelihara, serta mudah beradaptasi dengan lingkungan baru.
Dilansir dari Live Science, hewan ini juga bereproduksi dengan cepat dan memiliki umur pendek dua sampai tiga tahun, sehingga beberapa generasi tikus dapat diamati dalam waktu yang relatif singkat.
Kemudian tikus juga relatif murah dan dapat dibeli dalam jumlah besar dari produsen komersial yang membiakkan hewan pengerat khusus untuk penelitian.
Hewan pengerat ini juga umumnya tidak agresif dan jinak, membuatnya mudah untuk ditangani oleh para peneliti, meskipun beberapa jenis tikus bisa lebih sulit dikendalikan daripada yang lain.
Menurut National Human Genome Research Institute, sebagian besar tikus yang digunakan dalam uji coba medis adalah inbrida, sehingga selain perbedaan jenis kelamin, mereka hampir identik secara genetik. Hal tersebut membantu membuat hasil uji coba medis lebih seragam.
Alasan lain hewan pengerat ini digunakan sebagai tumbal dalam pengujian medis adalah karakteristik genetik, biologis, dan perilaku mereka sangat mirip dengan manusia. Selain itu, banyak gejala kondisi manusia dapat direplikasi pada tikus.
“Tikus dan mencit adalah mamalia yang berbagi banyak proses dengan manusia dan cocok digunakan untuk menjawab banyak pertanyaan penelitian,” kata Jenny Haliski, perwakilan dari Kantor Kesejahteraan Hewan Laboratorium National Institutes of Health (NIH).
Selama dua dekade terakhir, kesamaan genetik tersebut semakin kuat. Para ilmuwan sekarang bahkan dapat membiakkan tikus yang diubah secara genetik yang disebut “tikus transgenik.” Tikus ini membawa gen yang mirip dengan yang menyebabkan penyakit pada manusia.
Peneliti juga dapat membuat gen tertentu dimatikan atau dibuat tidak aktif, menciptakan “tikus knockout.” Tikus jenis ini dapat digunakan untuk mengevaluasi efek bahan kimia penyebab kanker (karsinogen) dan menilai keamanan obat.
Meski banyak alasan yang membuat tikus menjadi tumbal uji coba para peneliti, ada argumen yang menyebutkan tikus laboratorium telah mengalami degradasi dari spesies liar karena telah hidup di penangkaran.
Hal tersebut membuat tikus telah kehilangan sebagian nilainya sebagai model uji coba.
Seperti dikutip dari Kent Scientific, kekhawatiran mengenai domestikasi tikus laboratorium kemudian memunculkan argumen untuk dimulainya kembali studi pada spesies liar di samping tikus yang telah mengalami mutasi genetik terkontrol selama beberapa dekade.