CNN. Fenomena embun upas atau embun beku di Dataran Tinggi Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah, pada Kamis (30/6) dini hari, terkait dengan tekanan udara rendah di lautan dan angin dari Australia.
“Terkait fenomena embun es, masih berkaitan dengan adanya dua pusat tekanan rendah (LPA) di belahan bumi utara (BBU), yaitu pusat tekanan rendah 04W berada di Laut China Selatan sebelah barat Filipina dan pusat tekanan rendah 98W di timur laut Filipina,” kata Setyoajie Prayoedie, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Geofisika Banjarnegara, Kamis (30/6), dikutip dari Antara.
Ia menyebut kondisi ini ditambah dengan kuatnya Monsoon Australia (angin timuran) yang membawa udara kering dan berpengaruh pada pengurangan curah hujan di Pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah. Hal ini berakibat pada kondisi cuaca di Jateng yang cenderung cerah hingga berawan dalam beberapa hari mendatang.
Kondisi ini dinilai akan bertahan hingga satu dasarian atau 10 hari berturut-turut, 1-10 Juli. Setelah itu akan kembali cenderung basah dikarenakan pengaruh suhu muka air laut sekitar Jawa yang hangat dan anomali iklim La Nina dengan intensitas lemah dengan probabilitas sekitar 66 persen hingga periode Juli-Agustus 2022.
“Jadi, fenomena tersebut masih dimungkinkan terjadi pada periode dasarian pertama bulan Juli 2022,” ujar Setyoajie.
Sebelumnya, Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Dieng Pandawa Alif Faozi mengatakan fenomena embun upas itu mulai terlihat pada Kamis (30/6) dini hari di sekitar kompleks Candi Arjuna.
Menurut dia, embun upas biasanya akan sering terjadi dan makin tebal saat puncak musim kemarau, terutama ketika suhu udara terasa sangat dingin.
Terkait suhu udara di Dieng saat embun upas muncul, Setyoajie mengatakan pengukuran menunjukkan suhu udara berkisar minus 1 derajat Celsius pada pukul 04.00 WIB hingga 05.00 WIB.
Terpisah, Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Kelas II Ahmad Yani Semarang Sutikno menyatakan embun upas (bun upas) dianggap penduduk Dieng adalah embun racun.
“Fenomena itu terjadi ketika suhu menjadi sejuk, lantas turunlah embun-embun yang dingin lagi beku. Embun inilah yang menyelimuti tanaman kentang dan masyarakat Dieng menyebutnya dengan embun upas karena memang efeknya membuat kentang mati tersiakan,” ujarnya dalam siaran pers, Kamis (30/6).
Ia juga mengatakan kejadian fenomena embun upas di kawasan Dataran Tinggi Dieng pada 2021 diawali pada bulan Mei, tepatnya tanggal 10 Mei 2021, berikutnya pada 7 Juli 2021 dan terakhir pada 15-16 Juli 2021.
Fenomena ini sebagian besar disebabkan kondisi meteorologis dan musim kemarau yang saat ini tengah berlangsung. Sebab, suhu udara ketika puncak kemarau biasanya lebih dingin dan permukaan bumi lebih kering.
“Pada kondisi demikian, panas matahari akan lebih banyak terbuang dan hilang ke angkasa. Itu yang menyebabkan suhu udara musim kemarau lebih dingin daripada suhu udara musim hujan,” tutur Sutikno.
Dia juga menyebut kandungan air di dalam tanah menjadi lebih tipis dan uap air di udara juga sangat sedikit jumlahnya. Hal ini dibuktikan dengan rendahnya kelembaban udara.
“Ketika mencapai minus atau nol derajat, terjadilah embun upas atau embun beku di daerah tersebut. Di Indonesia, beberapa tempat pernah dilaporkan mengalami fenomena ini, yaitu Dataran Tinggi Dieng, Gunung Semeru, dan Pegunungan Jayawijaya,” pungkasnya.