CNN. Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan status Gunung Semeru naik dari level II atau waspada menjadi level III atau siaga terhitung sejak Kamis (16/12) malam.
Penetapan status Siaga artinya ada peningkatan seismik yang didukung dengan pemantauan vulkanik lainnya, serta terlihatnya perubahan baik secara visual maupun perubahan aktivitas kawah.
Berdasarkan analisis data observasi, kondisi itu akan berpotensi diikuti dengan letusan utama. Artinya, jika peningkatan kegiatan gunung api terus berlanjut, kemungkinan erupsi besar terjadi dalam kurun dua pekan.
“Mengingat kegiatan Gunung Api Semeru masih tinggi dan telah terjadi peningkatan jarak luncur awan panas guguran serta aliran lava, maka Badan Geologi menyatakan tingkat aktivitas Gunung Api Semeru dinaikan dari level waspada (level II) menjadi siaga (level III) terhitung mulai tanggal 16 Desember 2021 pukul 23:00 WIB,” kata Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono melalui keterangan tertulis yang diterima Jumat (17/12).
Berikut imbauan dari pemerintah yang perlu diperhatikan oleh masyarakat di sekitar wilayah terdampak erupsi Semeru.
Sehubungan tingkat aktivitas Gunung Semeru saat ini masih berada di level III, diimbau kepada masyarakat, pengunjung, dan wisatawan sebagai berikut.
1. Mematuhi rekomendasi yang dikeluarkan oleh Badan Geologi melalui Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
2. Tidak melakukan aktivitas apapun di sektor tenggara di sepanjang Besuk Kobokan, sejauh 13 km dari puncak (pusat erupsi). Di luar jarak tersebut, masyarakat tidak melakukan aktivitas pada jarak 500 meter dari tepi sungai (sempadan sungai) di sepanjang Besuk Kobokan karena berpotensi terlanda perluasan awan panas dan aliran lahar hingga jarak 17 km dari puncak.
3. Tidak beraktivitas dalam radius 5 km dari kawah atau puncak Gunung Semeru karena rawan terhadap bahaya lontaran batu (pijar).
4. Mewaspadai potensi awan panas guguran (APG), guguran lava, dan lahar di sepanjang aliran sungai/lembah yang berhulu di puncak Gunung Semeru, terutama sepanjang Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, dan Besuk Sat serta potensi lahar pada sungai-sungai kecil yang merupakan anak sungai dari Besuk Kobokan.
Sebelumnya, pada Kamis (16/12), terjadi luncuran awan panas pada pukul 09.01 WIB sejauh 4,5 km dari puncak.
Kejadian awan panas ini terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 25 mm dan durasi 912 detik.
Kemudian, terjadi luncuran awan panas pada pukul 09.30 WIB. Kejadian awan panas ini terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 17 mm dan durasi 395 detik, namun secara visual tidak teramati karena Gunung Semeru tertutup kabut.
Selanjutnya, terjadi luncuran awan panas pada pukul 15.42 WIB sejauh 4,5 km dari puncak. Kejadian awan panas ini terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 20 mm dan durasi 400 detik.
“Kegempaan didominasi oleh gempa letusan, embusan, dan guguran dengan jumlah gempa guguran meningkat dalam tiga hari terakhir sebanyak 15-73 kejadian per hari dari rata-rata 8 kejadian per hari sejak tanggal 1 Desember 2021,” tutur Budi.
Sementara, gempa vulkanik dalam dan tremor harmonik terjadi dalam jumlah yang tidak signifikan.
Selain itu, aktivitas awan panas guguran masih berpotensi terjadi dikarenakan adanya endapan aliran lava atau lidah lava dengan panjang aliran ± 2 km dari pusat erupsi. Aliran lava tersebut masih belum stabil dan berpotensi longsor terutama di bagian ujung alirannya, sehingga bisa mengakibatkan awan panas guguran.
“Selain berpotensi terjadi awan panas, potensi terjadinya aliran lahar juga masih tinggi mengingat curah hujan yang cukup tinggi di Gunung Api Semeru. Didukung data dari BMKG diperkirakan musim hujan masih akan berlangsung selama tiga bulan ke depan,” ujar Budi.