Oleh: Glory Islamic

“Jika kamu masih bekerja untuk dapat uang, maka selamanya kamu akan bekerja. Lalu kapan kamu bisa menikmati hidupmu. Tingkatkan levelmu. Biarkan uangmu bekerja untukmu”.

Caranya gimana? Berinvestasilah. Saya sepakat dengan pandangan itu. Cara pandang si Warren Buffet. Orang terkaya nomor dua di dunia. Ya. Saya kerap memakai beberapa nasehat si Warren untuk qiyas.

Si Warren benar. Kita selalu diburu waktu. Kerja kerja kerja. Terus begitu. Sampai sampai untuk kumpul keluarga saja kesulitan cari waktu. 

Kekayaan bersih Warren Buffet berkisar 85 milyar dollar. Dirupiahkan sekitar 1.196 trilliun. 80 milyar lebih untuk filantrophy. “Hanya” 1 milyar dollar yang dia wariskan untuk anaknya. Menurutnya jumlah itu sudah cukup. Baginya, anak harus belajar merangkak dari bawah.

Tak baik memanjakan anak dengan kemudahan. Pola pikir yang patut dijadikan qiyas. Malah bisa kita gunakan secara lebih luas. Berapapun harta kita, sebaiknya tidak semua diwariskan pada anak. Mereka cukup kita bekali dengan pendidikan yang baik.

Juga asupan kesehatan yang baik sejak bayi hingga dewasa. Setelahnya, dorong mereka mandiri. Lha harta kita ? Ya bawa pulanglah. Kirim ke akhirat. Bukankah itu tujuan utama ke bumi. Cari bekal sangu untuk mati. Begitu dapat, alokasikan sebagaimana tujuan awal.

Pola tersebut selain memandirikan anak, juga meminimalisir dampak negatif. Harta yang kita makan dan nikmati, berakhir jadi sampah dan kotoran. Harta yang kita tinggal dan wariskan, kebanyakan jadi rebutan pertikaian. Hanya yang kita sedekahkan, harta akan jadi investasi keabadian.

Warren juga tidak menyukai harta diam. Menurutnya aset aset tersebut bukan “prokreasi”. Emas misalnya. Emas tidak akan menghasilkan emas. Maka investasi lah dalam bidang yang produktif. Jangan biarkan hartamu mengendap di angka angka.

Sering saya ditanya bisnis apa yang menguntungkan? Gampang. Cari yang ada kontinyuitas laba. Makanan, kesehatan dan pendidikan. Semua orang membutuhkan. Nyaris tidak ada tawar menawar. Bagaimanapun caranya, orang akan bayar. Itu urusan dunia. Sampean lebih ahli dari saya.

 Di sini, ijinkan saya terjemahkan prinsip Warren lebih luas: jangan biarkan hartamu tertinggal di dunia. Sebab yang tertinggal itu harta diam. Tak berkembang. Maka, investasikan di sektor akhirat. Margin keuntungan lebih hebat. Tak pernah rugi. Resiko ruginya nyaris nol persen. Apakah itu ?

Pertama, berbagi ilmu manfaat. Lewat ujaran dan keteladanan. Mengajarkan nilai kebaikan lewat lisan atau tulisan. Lanjut memberi contoh lewat tindakan. Semakin banyak yang meneladani, makin kencang aliran laba pahalanya. Mengucur sampai alam kubur.

Lalu, mencetak generasi saleh. Jenis yang kedua ini mestinya semua orang bisa. Khususnya orangtua. Memastikan anak anak kita berakhlak karimah. Selain bekal ilmu, anak butuh keteladanan orang tua. Untuk memiliki anak saleh, orangtua musti saleh juga.

Selanjutnya, sedekah. Investasi akhirat. Pasti untung dobel. Dunia akhirat laba. Di dunia, meringankan beban sesama. Menularkan bibit kebaikan. Di akhirat, bunga deposito berlipat ribuan persen. “Bisnismu” dengan Tuhan dijamin panen besar. Keuntungan abadi.

Itu di akhirat. Yang di dunia juga sama. Ngga ada ruginya. Harta yang kita sedekahkan pasti jadi trigger pemerataan ekonomi. Semakin banyak orang yang berderma, semakin kecil jurang pemisah kaya miskin. Roda ekonomi juga bisa lebih berputar lancar.

Abi Muchtar kerap bertanya pada kami. Tentang umur. Kami jawab sekian puluh tahun. Beliau bertanya lagi. Selama sekian tahun hidup, sudah dapat apa saja. Umumnya menjawab, punya harta ini dan itu. “Itu lak hasil kerja. Kalau hasil hidup, sudah dapat apa?”. Biasanya kemudian diam. Bingung.

Memang benar. Semua yang kita sebut rumah, tanah, uang, emas, mobil itu akan tertinggal di dunia. Setelah semua kepenatan kerja dan hidup, yang riil kita nikmati hanya sepiring nasi. Sedikit kebanggaan. Kebahagiaan musiman. Tetiba dijemput maut.

“Amal ibadah”. Beliau tersenyum. Kami tahu artinya. Jika yang kami maksud amal ibadah itu sholat, puasa, haji, wirid, ngaji. Kami harus mengkritisi jawaban. Masih jauh. Kurang apa ibadah Nabi. Toh beliau masih bersedekah nyaris seluruh harta.

Benar memang ibadah tersebut salah satu bentuk sangu. Yang nanti di akhirat akan dihitung sebagai hasil hidup. Tapi apakah cukup ? Ketahuilah, ada banyak penyakit yang bisa menggerogoti amal ibadah tadi. Riya, ujub, sombong, menghina dan lainnya.

Dalam bisnis, Warren menyarankan: jangan pernah hanya bergantung dengan satu jenis bisnis. Harus punya cadangan bisnis lain. Backup jika sewaktu jenis bisnis pertama mulai menurun trend nya. Atau ada dinamika industri dan fluktuasi ekonomi.

Pun demikian investasi akhirat. Tak bagus mengandalkan satu jenis amalan. Umumnya kita membanggakan amal ritual. Merasa aman. Ini bahaya. Kita harus memiliki cadangan investasi selain ibadah ritual. Investasi lah di bidang ibadah sosial.

Rubahlah hasil kerjamu menjadi hasil hidupmu. Caranya ? Nikmati hasil kerjamu sebagian kecil saja. Untukmu dan keluargamu. Lalu sebagian besar sedekahkan untuk kepentingan produktitifas umat. Itulah hasil hidup yang akan dinikmati di akhiratmu.

Berat ya? Ah masak kita kalah sama si Warren Buffet. Dia yang tidak memiliki motivasi akhirat saja berani berikan 90 % hartanya untuk derma filantrophy. Masak kita yang hendak mengakuisisi surga ga berani sedekah 75%? 50,%? Ya sudah 25% saja. Insya Allah tidak rugi hidupmu. Sukses investasimu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *