CNN. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung membatalkan Izin Lingkungan PLTU Tanjung Jati A, Kamis (13/10). Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa mereka mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya.

Majelis hakim juga menyatakan bahwa izin lingkungan kegiatan pembangunan PLTU Tanjung Jati A Kapasitas 2×660 MW dan fasilitas penunjangnya di Desa Pengarengan, Pangenan, Kabupaten Cirebon oleh PT Tanjung Jati Power Company tertanggal 28 Oktober 2016, dibatalkan.

Tim Advokasi Keadilan Iklim menilai putusan ini sebagai kemenangan rakyat dan lingkungan hidup dalam melawan pembangunan yang berpotensi merusak lingkungan, khususnya yang mengancam krisis iklim.

Mereka juga menyatakan kemenangan ini seharusnya menjadi preseden baik bagi upaya selanjutnya dalam mendorong komitmen negara agar serius memperhatikan lingkungan hidup dan dampak perubahan iklim.

“Dengan adanya putusan ini, Pemerintah harus lebih serius dalam mencegah perubahan iklim terutama akibat dari pembangunan PLTU. Pensiun dini PLTU harus segera dilakukan dan pelarangan pembangunan PLTU secara menyeluruh tanpa kecuali,” kata Meiki Paendong, Direktur Eksukutif Daerah Walhi Jawa Barat, melalui siaran pers yang diterima CNNIndonesia.com, Jumat (14/10).

Keputusan ini, kata Meiki, seharusnya menyadarkan pemerintah agar tidak ada lagi pembangunan PLTU dan energi fosil lain di Jawa Barat. Selain itu, pemerintah juga diminta menutup segera PLTU yang sudah beroperasi demi keselamatan, keadilan iklim, lingkungan, dan keberlanjutan layanan alam.

“Saatnya pemerintah beralih ke energi bersih terbarukan yang ramah lingkungan dan rendah karbon,” kata Meiki.

Kuasa Hukum Tim Advokasi Keadilan Iklim, Muit Pelu, menyatakan putusan ini menjadi preseden mengenai perubahan iklim akibat pembangunan PLTU Tanjung Jati A.

Menurutnya, putusan ini juga menjadi bukti bahwa tindakan pemerintah yang memberikan izin lingkungan PLTU dengan tidak mempertimbangkan perubahan iklim merupakan perbuatan melawan hukum oleh penguasa.

“Operasional PLTU merupakan salah satu kontributor terbesar pelepasan emisi gas rumah kaca, namun pemerintah maupun pelaku usaha sering kali tidak memperhitungkan dampak ini dalam perizinan,” kata Muit.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *