CNN. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) akan mulai mengimplementasikan kurikulum Merdeka Belajar pada tahun ajaran baru 2022/2023 satuan pendidikan.

“Saat ini merupakan waktu yang tepat untuk merefleksikan kesiapan satuan pendidikan Anda dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka,” kata Kemendikbud dalam laman resmi, Selasa (5/7).

Kemendikbud menjelaskan pandemi Covid-19 menyebabkan banyaknya kendala dalam proses pembelajaran di satuan Pendidikan yang memberikan dampak yang cukup signifikan. Oleh sebab itu, sekolah yang belum siap untuk menggunakan Kurikulum Merdeka masih dapat menggunakan Kurikulum 2013 dan Kurikulum darurat.

Mengenal Kurikulum Merdeka

Kurikulum Merdeka Belajar adalah bentuk evaluasi dari kurikulum sebelumnya, yakni Kurikulum 2013. Kurikulum ini diluncurkan secara resmi oleh Medikbudristek Nadiem Makarim pada Februari 2022. Ia mengklaim kurikulum merdeka diluncurkan demi mengejar ketertinggalan pendidikan di masa pandemi Covid-19.

Ia juga mengklaim kurikulum ini akan menciptakan kegiatan belajar menjadi lebih fleksibel.

“Jadi kita mengikuti filsafat kemerdekaan, merdeka belajar. Dan kita memberi sekolah tiga opsi sesuai dengan kesiapannya masing-masing,” kata Nadiem dalam konferensi virtual, Jumat (11/2).

Hapus Peminatan di SMA

Kurikulum ini diklaim Nadiem memiliki beberapa keunggulan, salah satunya tidak adanya program peminatan bagi siswa pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Siswa SMA kini bisa memilih mata pelajaran sesuai dengan minat dan aspirasinya di dua tahun terakhir sekolah.

“Dia tidak terkotak kotak kepada misalnya IPA atau IPS saja. Mereka bisa memilih sebagian IPA, materi pelajaran IPA, sebagian IPS,” kata Nadiem dalam ‘Peluncuran Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar’ secara daring, Jumat (11/2)

Menurut dia kebebasan memilih tidak hanya diberikan kepada siswa saja, melainkan juga kepada guru serta sekolah.

Dia menuturkan, guru akan diberikan hak untuk maju atau mundur di dalam suatu fase kurikulum dengan menyesuaikan tahap pencapaian dan perkembangan murid-murid.

“Karena guru itu terpaksa untuk terus maju tanpa memikirkan siapa yang ketinggalan. Jadi guru ini bisa memilih kalau misalnya guru itu merasa dia mau lebih cepat itu bisa, kalau guru itu merasa dia mau pelan-pelan sedikit untuk memastikan tidak ada [murid] yang ketinggalan juga bisa,” ujar Nadiem.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *