Oleh : Glory Islamic

Hari itu Sudrun diberi hadiah sebuah mobil oleh seseorang. Mobil yang tergolong baru dan masih dilengkapi dengan manual. Sudrun sangat senang meski belum pernah memiliki pengalaman menyetir. Rasa senang dan euforia yang luar biasa mendapatkan hadiah mobil, membuatnya langsung mencoba duduk di jok sopir. Rasa ingin tahu menggodanya untuk menyalakan mesin. Dan didorong oleh euforia dan semangat yang berlebihan, akhirnya dia nekat menjalankan mobil tersebut.

Selanjutnya mudah ditebak, mobilpun berjalan oleng tak karuan, berjalan tersendat-sendat, karena Sudrun tidak tahu mana rem mana pedal gas. Mobil memang bisa dijalankan, tapi dipastikan tidak berada di jalur yang benar. Rambu-rambu lalu lintaspun berubah sekedar hiasan, lampu merah dia tidak berhenti, lampu kuning agar berhati-hati malah tancap gas, sedang saat lampu hijau malah parkir menghalangi kendaraan lainnya. 

Bila ada satu orang saja yang bertindak seperti Sudrun dalam mengendarai kendaraannya, pasti mengganggu ketertiban lalu lintas, bahkan tidak mustahil terjadi kecelakaan. Bayangkan bila para pengguna jalan lain juga seperti Sudrun, berkendara secara ngawur, tidak tahu mana rem, mana pedal gas. Harusnya ngerem malah tancap gas, disuruh jalan malah injak rem kuat-kuat. Ada lampu merah diterobos, lampu kuning diabaikan atau lampu hijau malah berhenti.

Saat manusia diciptakan, Allah memberi perangkat berupa tubuh yang sempurna dan bumi seisinya sebagai kendaraan hidup. Demi memastikan bahwa nantinya manusia menjalankan kendaraan hidupnya dengan benar, maka Allah membekali manusia dengan manual atau guide book berupa kitab suci-Nya. Quran adalah manual kendaraan wadaq ini. Berisikan petunjuk dan langkah-langkah bagaimana merawat, menggunakan dan bertanggungjawab dalam pemanfaatan perangkat yang Allah berikan.

Saat seorang anak manusia lahir ke bumi, dia benar-benar awam tentang bagaimana menjalankan hidupnya. Namun karena saking senangnya memperoleh bumi seisinya, sang anak manusia itu langsung menjalani hidupnya. Euforia kehidupan membuat hampir setiap anak manusia lupa bahwa dia harus mempelajari terlebih dahulu “manual book kehidupan” yakni kitab suci Tuhan. Bagi anak manusia, jalani saja kehidupan bagaimana enaknya, peduli setan aturan Tuhan.

Selanjutnya mudah dibaca, kehidupan manusia berjalan oleng tak karuan, zig zag, meliuk tak beraturan. Kehidupan memang terus berjalan, tapi tidak berada di jalur yang benar. Manusia menjalankan berdasarkan keinginan nafsu. Rambu-rambu berupa norma agama dan masyarakat yang berisi tata nilai kepatutan, kesopanan, kasih sayang, keadilan, kejujuran diterabas bebas. Lampu merah berupa larangan Tuhan diabaikan, lampu kuning agar hati-hati dalam hidup dipandang sinis dan lampu hijau agar manjalankan perintah Tuhan, malah ngendon tak beringsut.

Bila ada satu anak manusia saja yang demikian dalam menjalankan hidupnya, pasti mengganggu ketertiban hidup di bumi. Maka bisa dibayangkan bila banyak orang atau mayoritas anak manusia mengendarai hidupnya dengan cara yang sama. Tidak tahu mana baik, mana buruk, di matanya semuanya abu-abu. Harusnya mengendalikan nafsu dengan ikhlas malah didorong bebas tanpa batas. Semestinya bergerak cepat membantu sesama penuh welas, malah diam ngadat penuh malas.

Kehidupan kemudian menjadi kacau seperti yang kita saksikan saat ini. Bencana alam terjadi dalam berbagai jenis datang bertubi-tubi, karena alam di eksploitasi semau hati. Permusuhan, perpecahan, kerusuhan dan peperangan antar anak manusia terjadi nyaris tanpa henti, karena adu domba setan, musuh bersama yang tidak disadari. Kemaksiatan, kriminalitas, narkoba dan korupsi karena manusia tidak lagi mau mengendalikan diri dan tidak tahu cara memuliakan diri.

Dulur, kita memang bisa hidup tanpa quran, jika hidup diartikan sebagai sekedar hidup seperti Sudrun. Hidup dimaknai hanya bagaimana seseorang bisa memenuhi kebutuhan perut atau butun, sukses harta sebanyak qorun dan berkedudukan setinggi firaun. Bila itu ukuran dan tujuan hidup, maka manusia memang tidak memerlukan kitab suci Tuhan sebagai guide dan qonun. Jamanpun menjadi edan, manusia yang mengikuti aturan justru dipandang kuno, kolot dan majnun.

Quran ini dibawa oleh Nabi Muhammad dengan susah payah. Tidak terhitung nilai pengorbanan yang menjadi tumbal bagi hadirnya manual kehidupan manusia itu. Ratusan ribu nyawa syahid demi mempertahankan prinsip-prinsip quran. Deraian air mata, trilyunan harta dan puluhan tahun waktu tersita mengiringi proses kodifikasi quran yang dilakukan di bawah bimbingan Sang Maha Pengajar. Semua itu menunjukkan betapa penting posisi dan fungsi quran bagi kehidupan manusia.

Quran menjadi penting manakala kita menyadari apa dan kemana sebenarnya arah dan tujuan kehidupan ini. Jika arahnya hanya sandang, pangan dan papan, kita tidak memerlukan al Quran. Tapi jika arahnya adalah ampunan dan ridlo Allah serta kebahagian akhirat, maka kita sangat membutuhkan al Quran sebagai guide book. Karena di dalamnya berisi rambu-rambu lalu lintas hidup, bagaimana menjalaninya dan juga tertulis jelas kemana seharusnya arah kehidupan manusia.

Bisakah manusia hidup tanpa quran? Tentu bisa, buktinya orang kafir sangat sukses tanpa quran. Mereka tidak peduli apakah hidupnya akan sampai pada ridlo Allah atau tidak. Mereka tidak butuh quran, karena tujuan hidup mereka adalah kekayaan, kesenangan dan kesuksesan dunia. Quran hanya penting bagi manusia yang tujuan hidupnya adalah mendapat ridlo, ampunan Allah dan kesuksesan akhirat. Mereka tidak bisa hidup tanpa quran yang didalamnya berisi petunjuk untuk mencapainya.

Lalu bagaimana dengan kita, jujur sampean jawab, saat memenuhi kebutuhan hidup, seberapa butuh kita terhadap alquran? Apa sampean punya quran di rumah? Jika punya seberapa sering sampean baca beserta artinya? Jika sudah sering dibaca, seberapa teguh sampean melaksanakan isi dan petunjuk di dalamnya? Jika jawaban praktek jujur berkata quran tidak begitu sering kita butuhkan, bersedihlah, karena sesungguhnya hidup kita tidak berada di jalur keselamatan akhirat. Nekat sekali hidup tanpa Quran, berani sekali mengelola kehidupan tanpa aturan Tuhan. Sadarlah. Bismillah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *