CNN. Tiang-tiang pondasi berdiri tegak di salah satu lahan Fasilitas Pangkalan Pelabuhan (Faslabuh) TNI Angkatan Laut (AL) Selat Lampa, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau. Di lahan lain, pipa pancang baja dan kantong semen berukuran besar tergeletak berjejer.

Sejumlah pekerja sibuk menyelesaikan tugasnya masing-masing: merangkai kawat pondasi sampai mengelas pipa-pipa baja.

Sejumlah pengerjaan di Faslabuh AL tersebut untuk markas Gugus Tempur Laut Komando Armada (Guspurla Koarmada) I, perluasan dermaga, hingga pembangunan dermaga kapal selam. Lokasi fasilitas militer ini berada di selatan Pelabuhan Selat Lampa.

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto meletakkan batu pertama pembangunan markas Guspurla tersebut pada April 2021. Hingga awal November 2021 sudah ada beberapa bangunan yang sudah berdiri seperti pos jaga, rumah dinas, gudang, hingga bangunan terbuka seperti hanggar.

KRI Teuku Umar tengah bersandar di sisi selatan dermaga. Kapal perang jenis korvet kelas parchim ini baru saja selesai patroli di Laut Natuna Utara. Mereka akan kembali berlayar menuju Batam.

Di seberang pelabuhan militer ini terdapat Pos TNI AL Sabang Mawang yang juga tengah direnovasi. Pos tersebut juga memiliki dermaga. Hari itu ada KRI Multatuli yang juga baru berpatroli di perairan utara.

Kapal perang itu sebenarnya berada di bawah Komando Armada II yang bermarkas di Dermaga Ujung, Surabaya, Jawa Timur. KRI Multatuli diperbantukan untuk mengawasi Laut Natuna Utara, yang memanas pada pertengahan September lalu usai sejumlah nelayan melihat kapal perang hingga kapal riset China.

Selain kapal pemerintah China, nelayan-nelayan Natuna masih kerap bertemu kapal ikan Vietnam. Terakhir, nelayan dari Pelabuhan Pering/Lubuk Lumbang melihat kapal Vietnam mencuri ikan di Laut Natuna Utara pada 4 dan 5 November 2021.

Berdasarkan data Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) sejak Maret sampai September 2021, sekitar 332 kapal ikan Vietnam terdeteksi masuk ZEE Indonesia hingga di bawah batas landas kontinen. Jumlah ini diperkirakan bisa lebih banyak karena pendeteksian berdasarkan satelit dilakukan pada siang hari.

“Sementara malam hari diperkirakan lebih banyak kapal ikan asing [KIA] Vietnam yang masuk hingga ke wilayah landas kontinen,” kata peneliti IOJI Imam Prakoso kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.

Imam mengatakan intrusi kapal ikan Vietnam di wilayah Indonesia paling tinggi terjadi pada April 2021, yakni 100 kapal dalam cakupan 110 kilometer persegi. Ia memprediksi kapal-kapal ikan Vietnam masih terus mencuri ikan di Laut Natuna Utara sampai akhir tahun ini.

Menurut Imam, kondisi ini tak terlepas dari kapal patroli TNI AL, Bakamla, hingga Direktorat Jenderal PSDKP Kementerian dan Kelautan (KKP) yang minim di wilayah utara perairan Natuna. Ia pun mendorong ketiga instansi itu lebih banyak patroli sampai perbatasan ZEE Indonesia-Vietnam.

“Patroli ada, tapi tidak di tempat illegal fishing. Hanya di barat dan timur. Mungkin alasannya barat dekat Batam, timur dengan Pontianak,” ujarnya.

Armada KRI Minim

Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) I Laksamana Madya Muhammad Ali mengakui kehadiran KRI belum bisa maksimal mengawasi perairan utara Natuna. Ali menyebut luas Laut Natuna Utara yang mencapai 191 ribu km persegi tak ditunjang dengan jumlah armada yang memadai.

Saat ini terdapat 5 KRI di bawah kendali Komando Armada (Koarmada) I yang disiagakan di Natuna. Namun, tak semua KRI itu berpatroli di laut. Hanya 3 KRI yang bisa bersamaan berlayar, sementara dua KRI lain siaga di pangkalan.

Selain KRI, TNI AL juga menempatkan 1 pesawat patroli maritim dan 1 helikopter untuk mendukung patroli di Laut Natuna Utara. Sementara TNI AU menerjunkan tiga pesawat dalam membantu pengawasan perairan utara RI ini, antara lain F-16, Boeing 737, dan Hawk.

Ali menyebut pihaknya akan menyesuaikan operasi patroli matra laut dan udara. Menurutnya, armada AU bisa dimaksimalkan memantau khusus perairan utara Natuna yang berbatasan dengan negara lain.

Sementara KRI bersiaga antara landasan kontinen dan ZEE Indonesia. Sehingga, kata Ali, ketika terdapat aktivitas mencurigakan yang terpantau pesawat AU, KRI bisa langsung bergerak ke titik tersebut. Pihaknya juga bakal berkoordinasi dengan Bakamla.

“Saya rasa itu strategi yang paling tepat di mana bisa dipantau secara efektif dan efisien,” katanya.

Mantan Panglima Koarmada I ini mengklaim KRI rutin patroli di Laut Natuna Utara. Operasi tersebut berjalan setiap hari, sepanjang tahun. Pola operasi bergantian dari 5 KRI yang tersedia. KRI yang ditempatkan antara lain jenis kapal perusak kawal rudal (PKR) kelas sigma, kapal perang korvet kelas parchim, dan kapal Bantu Cair Minyak (BCM).

Namun, kata Ali, anggaran yang tersedia untuk bahan bakar minyak (BBM) menjadi salah satu masalah patroli di Laut Natuna Utara. Bahan bakar yang dipakai seluruh KRI antara lain solar dan bio solar (B30). Sebagian besar masih menggunakan solar.

Ketersediaan solar yang terbatas di Natuna membuat Koarmada I beberapa kali menugaskan KRI jenis pengangkut logistik atau kapal tanker seperti KRI Bontang untuk patroli di Natuna. KRI jenis ini bisa beroperasi lama di tengah laut.

Menurut Ali, 5 KRI yang beroperasi di Natuna sepanjang September 2021 telah menghabiskan bahan bakar mencapai 1.292 ton. Terdiri 993 ton solar dan 298,6 ton biosolar B30. Jika harga 1 liter Rp13.915, anggaran yang dikeluarkan hanya untuk bahan bakar sebesar Rp17.978.180.000 atau Rp17,9 miliar.

“Itu permasalahannya, masalah bahan bakar. Tapi kita atasi dengan mendatangkan kapal logistik untuk berada di sana sehingga kapal yang berada di sana juga cukup bisa bertahan lama,” ujarnya.

“Sekarang ini yang sedang beroperasi di sana adalah KRI Multatuli, di mana KRI tersebut cukup hemat bahan bakar, dia juga merupakan kapal markas, bisa digunakan sebagai markas, bisa lebih lama di laut,” katanya menambahkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *