CNN. Kapal riset milik pemerintah China, Hai Yang Di Zhi 10, terdeteksi berada di Laut Natuna Utara sejak akhir Agustus lalu. Hal itu diungkap oleh Peneliti Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Imam Prakoso.

Imam menduga kapal itu melakukan kegiatan riset di perairan tersebut.

“Mulai pada tanggal 31 Agustus Tiongkok mengirimkan kapal Hai Yang Di Zhi 10, itu mulai melakukan riset di Natuna utara. Lumayan lama juga hingga terakhir kapal riset itu meninggalkan Laut Natuna Utara itu tanggal 29 September,” kata Imam kepada CNNIndonesia.com, Kamis (30/9).

“Dia bentuk pola (pergerakan) seperti sawah ya. Mengindikasikan sangat kuat dia sedang lakukan riset di situ,” ucapnya menambahkan.

Menurutnya, kapal riset itu tergolong bagus dan dilengkapi dengan sejumlah laboratorium. Ia juga menyebut, kapal itu memiliki kemampuan untuk mengambil sampel batuan dan biota dasar laut.

Ia mengatakan, kapal itu dikawal oleh Kapal Coast Guard Cina dengan nomor lambung CCG 4303. Atas terdeteksinya kapal asing tersebut, kata dia, TNI lalu mengirimkan KRI Bontang untuk melakukan bayang-bayang selama dua hari pada 15 dan 16 September.

Ia mengatakan KRI Bontang bukan tipe kapal patroli, namun merupakan kapal tanker yang bertugas menyalurkan pasokan bagi kapal-kapal patroli yang berada di tengah laut.

“Langkah ini menurut kami yang moderat dari TNI, memang betul-betul moderat, karena tidak kirim kapal frigate atau corvette yang lebih khusus untuk patroli,” katanya.

Setelah sempat keluar, Imam mengatakan kapal itu kembali terpantau di Laut Natuna Utara.

“Terpantau dari informasi AIS, posisi kapal pada 05 Oktober 2021 pukul 07:26 WIB berada pada koordinat 109.3417, 6.4383 dengan kecepatan 9 knot dengan lintasan mondar-mandir dengan pola grid (kotak-kotak),” katanya.

Imam menduga, pergerakan kapal tersebut yang sempat keluar dari Laut Natuna Utara dilakukan untuk mengisi perbekalan di gugusan Pulau Karang yang dikuasai Tiongkok di Laut China Selatan.

Sama seperti sebelumnya, menurutnya, kedatangan kapal tersebut kembali ke wilayah Laut Natuna Utara adalah untuk melakukan kegiatan riset.

“Masih dengan pengawalan coast guard dengan perbekalan penuh terisi kembali, paling tidak sebulan lagi masih akan berada di Laut Natuna,” ujarnya.

Ia mengatakan, pemerintah perlu memberikan sikap yang tegas terhadap aktivitas kapal tersebut. Ia menyebut, aktivitas riset kapal asing di ZEE Indonesia merupakan tindakan ilegal apabila dilakukan tanpa izin dari pemerintah Indonesia.

“Hal ini melanggar hak berdaulat terhadap kegiatan eksplorasi dan eksploitasi SDA seperti yang diatur dalam hukum internasional yaitu UNCLOS 1982 Pasal 56 ayat 1, Pasal 240, 244 dan 246, dan Undang-Undang No. 5 1983 Pasal 7 yang mengatur tentang kegiatan penelitian ilmiah di ZEE. Apabila aktivitas tersebut ilegal, maka pemerintah berhak mengusir kapal tersebut keluar ZEE Indonesia,” katanya.

TNI Angkatan Laut (TNI AL) mengatakan pengawasan yang dilakukan terhadap keberadaan kapal riset milik Pemerintah China, Hai Yang Di Zhi 10 di laut Natuna Utara sudah sesuai aturan.

TNI diketahui mengirimkan KRI Bontang untuk melakukan bayang-bayang selama dua hari pada 15 dan 16 September. Padahal, mestinya dikirim adalah kapal frigate atau corvette yang lebih khusus untuk patroli.

Terkait hal ini, Kepala Dinas Penerangan Koarmada I, Letnan Kolonel Laode Muhammad mengatakan bahwa tak ada aturan yang mengatur bahwa harus kapal frigate atau corvette yang melakukan pengawasan.

“Terhadap jenis kapal riset China yang dimaksud, tidak ada protap yang menyebutkan harus di-intercept atau dibayang-bayangi oleh frigate atau corvette, akan tetapi kapal perang (warship) atau KRI, apapun jenisnya. Hal ini tertuang dalam dalam article 29 Unclos 82,” tutur Laode kepada CNNIndonesia.com, Senin (4/10).

“Jadi tidak ada ketentuan harus corvette atau frigate dalam menghadapi kapal riset China tersebut,” imbuhnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *