Oleh : Glory Islamic

Mata saya tertumbuk di satu sudut jalan utama. Sebuah baliho besar. Iklan produk otomotif. Gambar mobil gagah. “you are what you drive”. Huruf kapital. Besar mencolok. Mengusik harga diri. Standar kemuliaan seseorang diukur dari apa yang ditunggangi. Entah sejak kapan ukuran kebaikan seseorang ditentukan merk mobil. Buat saya itu kurang ajar. Sayangnya itulah mainstream.

Iklan kosmetik itu rasis. “Kenapa Bi ?”, tanya putri saya. Kelas 1 SMU. “Coba toh pikir, semua promosi kosmetik mendorong para gadis agar berkulit putih. Ada apa dengan kulit coklat, hitam ? Jelek ? Hina ? Nduk, jangan mau diracuni. Hak mereka beriklan. Tapi hak kita untuk menjaga kebersihan prinsip. Pandangan bahwa kulit putih lebih baik dari hitam, itu diskriminatif. Lawan”.

Hampir separuh penduduk bumi ini berkulit coklat atau hitam. Banyak orang hebat berkulit putih. Pun tidak sedikit manusia mulia berkulit coklat. Mbah Muchtar berkulit putih. Mbah Masyrifah berkulit coklat. Beliau teladan mulia di keluarga kita. Tak perlu jauh jauh artis Korea untuk mencari idola. Mereka panutan nyata. Berjuang untuk umat dan agama. Warisan amal dan ilmunya abadi.

“Boleh Abi berpendapat?”. Dia hanya mengangguk. “Ngga apa apa kamu pingin putih. Juga ga papa merias wajah, merawat tubuh. Tapi nduk.. putih tak selalu bersih. Hitam tak selalu kelam. Bilal berkulit legam tapi derajat tinggi. Dia budak yang dimerdekakan. Lalu oleh Nabi dia mendapat tugas mulia. Mengumandangkan adzan. Namanya harum ribuan tahun”.

Hitam kulitnya, tapi bersinar akhlaknya. Itulah kenapa Allah memiliki standar yang berbeda tentang mulia. Inna akromakum ‘indallahi atqokum. Orang yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa. Ada tauhid dalam hati Bilal. Legam kulitnya tersinari cahaya imannya. Islam meruntuhkan sekat rasis lewat Bilal.

“Nduk.. di Amerika itu ada walk of fame. Jalan di mana nama orang terkenal dipahat. Ditaruh di trotoar. Tapi ada satu nama yang ditaruh di dinding. Satu satunya. Muhammad Ali. Berkulit hitam.”. Diam menyimak. “Nduk.. kamu percaya Abi?”. Mengangguk. “Di mata Abi, kamu putri Abi tetaplah cantik meski tak putih..”. “Estu ta Bi..?”. “Iya.. serius”.

“Nduk jadilah dirimu sendiri. Be shining, Rembulan. Bersinarlah lewat karya dan prestasi. Itu akan abadi. Cantik perlu. Berhias juga juga tidak tabu. Tapi bila terlalu, itu akan jadi benalu kalbu. Kamu akan diperbudak oleh topeng. Berhias dan berprilaku hanya agar dianggap keren. Menghamba pada omongan orang lain. Kamu mau begitu?”. Menggeleng.

Mbakyunya lewat, “Nah, bener toh, ga usah dandan.. kayak aku gini lho..”. Kakaknya memang anti bedak. “Mbak, sini sebentar..”. Duduk menghampiri kami. “Meski kita ga boleh disetir orang, tetap perlu tenggang rasa. Apalagi membawa nama agama. Rapi dan bersih itu ajaran agama. Pakailah bedak. Kenakan baju pantas”. Adiknya mendehem. Kakaknya manyun.

“Bingung Bi.. tadi ga boleh, kakak malah disuruh..”. “Abi ngga melarang.. mengajak malah. Mengajak untuk wajar saja. Sepantasnya. Tak berlebihan. Utamanya mengajak untuk mengikuti kriteria Tuhan. Nduk wajah akan keriput. Tubuh menua dan mengkerut. Hidup yang bermanfaat untuk orang lain, itu yang langgeng sampai maut menjemput. Abdikan hidupmu untuk agama ini. Wajahmu akan bersinar di langit dan di bumi”.

Anak saya lalu cerita bahwa sepupunya mau ganti hape. Made in US yang terbaru. “Padahal belum setahun yang lalu beli baru lho Bi.. yang dulu saja harganya 15 juta..”. “O ya..?” tanya saya pura pura kaget. “Iya Bi.. dia lho nabung untuk beli itu.. sekarang udah mau ganti yang baru..yang harga 20 juta an”. “Kamu gimana, pingin?”. “Kadang iya.. apalagi pas hape ku dibilang murahan..”

“Kenapa?”. “Biar keren lah..Bi”. “Boleh saja. Tapi coba pikir. Betapa tidak enaknya jika keren itu mengekor standar orang. Sudah susah payah ngumpulin uang 15 juta beli hape. Dibilang keren baru sekali dua kali. Eh..belum setahun sudah ngga keren lagi. Lalu si pemilik standar mengatakan keren itu kalau hape harga 20 juta. Padahal hape lamanya tadi hanya laku 6 juta an. Gila kan..”.

“Nduk.. orang keren itu, memiliki standar sendiri. Apa itu sukses, apa itu hebat, apa itu rupawan. Tidak mau disetir omongan orang. Ogah menjadi budak produsen. Menurutmu keren mana petani atau pekerja berdasi?”. “Keren yang berdasi..”. “Kata siapa?”. “Film dan sinetron..”. “Inilah yang keliru.. Ini yang bikin kita impor pangan..”

“Lho apa hubungannya.. Bi?”. “Kala masyarakat memandang kerja berdasi lebih mulia dari petani, para pemuda ogah ke sawah. Sektor pertanian tak memiliki generasi. Lahan pertanian terbengkalai atau beralih fungsi. Sementara kebutuhan pangan meningkat. Ujungnya kita jadi konsumen pangan. Orang luar yang jadi produsen. Padahal kita negara agraris, nduk”.

Petani itu keren. Tukang adzan itu hebat. Tidak kalah dari penyiar televisi. Penjual cilok itu professional. Sama seperti PNS. Sepatu tidak boleh menjadi kriteria. Baju setrikaan bukan ukuran. Seorang direktur bertransformasi jadi guru ngaji. Rugi ? Tidak. Penghasilan mungkin berkurang. Kepuasan batin bertambah. Manfaat untuk sesama meningkat. Sukses itu relatif, nduk.

Jujur saja kita masih standar ganda. Di satu sisi bertuhankan Allah. Di sisi lain tidak setuju dengan standar sukses, keren dan mulia menurut Allah. Ketaqwaan dan akhlak yang baik itu standar keren Nya Allah. Sementara kita masih berkubang pada ukuran materi. Terbelenggu sihir materialisme. Mengambil mantu. Memilih pemimpin. Memilah kawan. Semua masih memakai kacamata kebendaan.

Ini pula yang kami tanamkan di santri SPMAA. Bagaimana mereka survive dalam hidup. Bekerjalah keras. Buang jauh jauh gengsi. Miliki standar sendiri tentang profesi. Halalan thoyyiban ukuran utama. Mandirilah jangan jadi budak. Enterpreneurship. Pertanian, jasa maupun perniagaan. Tentukan sendiri ukuran sukses. Utamakan mardlotillah.

“Bi..hape saya rusak”. Saya beri 3 pilihan. Diservis saja. Beli lagi hape bekas. Atau beli hape baru pas lebaran beberapa bulan lagi. Dia merenung sejenak. “Besok setelah lebaran saja..Bi”. “Kenapa?”. “Ingin berkarya dulu Bi.. menguji diri ngga hapean.. juga pingin menata standar keren sendiri..”. Saya peluk kepalanya. Dalam hati saya, “Selamat berjuang putriku..be yourself,, be sholehah.. nduk”.

Salam keren. Bismillah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *